Minggu, 24 Juni 2012

TEORI BELAJAR SOSIAL BANDURA


 TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI KESEHATAN
“ TEORI BELAJAR SOSIAL BANDURA

Gambar 2.1 secara Umum Teori Belajar Sosial Bandura

1. Latar Belakang Munculnya Teori Belajar Sosial Bandura
Teori pembelajaran sosial adalah perkembangan utama dari tradisi teori pembelajaran perilaku (behavioristik). Teori belajar sosial dikemukakan oleh seorang tokoh yang bernama Albert Bandura yang lahir pada tahun 1925 di sebuah kota kecil di provinsi Alberta, Canada. Teori pembelajaran sosial (social learning theory) dari Albert Bandura menerima kebanyakan prinsip teori perilaku (behavioristik), tetapi terfokus jauh lebih banyak pada efek isyarat pada perilaku dan pada proses mental internal, dengan menekankan efek pemikiran pada tindakan dan tindakan pada pemikiran. Pada saat Bandura melakukan percobaan-percobaan mengenai teori belajar sosial, waktu itu sangat dipengaruhi oleh kelompok-kelompok peneliti dengan aliran teori belajar behavioristik. Bandura melihat bahwa hewan-hewan yang dipergunakan untuk percobaan memperlihatkan tingkah laku sendiri. Artinya tidak ada hewan lain atau dengan kata lain hewan percobaan dari kelompok peneliti dengan aliran teori belajar behavioristik tersebut tidak sosial. Hasil-hasil percobaan dan penelitian para ahli teori belajar behavioristik seperti Skinner dan Thorndike diamalkan pada situasi sosial. Padahal penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh Skinner dan Thorndike tidak dalam situasi sosial, sehingga Bandura menganggap bahwa perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Bandura mengembangkan teori belajar sosial juga karena ia melihat keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh teori belajar behavioristik yang pada saat itu merupakan teori yang diterima oleh banyak kalangan. Bandura (dalam Panen, 2005:4.6) menguraikan hal-hal keterbatasan teori belajar behavioristik yaitu:
a)   Teori behavioristik sukar diterapkan pada situasi kehidupan nyata. Tidak mungkin ada satu orang yang terus menerus hadir setiap harinya untuk memberikan hadiah bagi terlihatnya perilaku yang diinginkan guna menjamin meningkatnya frekuensi munculnya perilaku tersebut. Biasanya orang harus mengatur dan mengendalikan perilakunya sendiri.
b) Teori belajar behavioristik tidak menerangkan mengenai terjadinya pembelajaran perilaku baru. Kadang-kadang kita melihat orang melakukan suatu tindakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
c)   Teori belajar behavioristik hanya dapat menerangkan pembelajaran langsung (direct learning), di mana konsekuensi diberikan segera setelah perilaku belajar terjadi, tidak untuk pemadanan yang tertunda (delayed matching), di mana konsekuensi diberikan kemudian. Sering terjadi suatu perilaku telah terpelajari tetapi belum segera ditampakkan, dampak belajar mungkin belum terjadi segera sampai waktu kemudian.
d)  Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan teori belajar behavioristik tersebut, akhirnya Bandura mengembangkan sebuah teori yang dikenal sebagai “Teori Belajar Sosial”.


2. Prinsip-prinsip yang Mendasari Teori Belajar Sosial
Adapun prinsip-prinsip yang mendasari teori belajar sosial yang dikemukakan oleh Bandura, yaitu:
a)      prinsip faktor-faktor yang saling menentukan;
b)      kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang;
c)      kemampuan berfikir kedepan;
d)     kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain;
e)      kemampuan mengatur diri sendiri;
f)       kemampuan untuk berefleksi (dalam Panen, 2005).

1)      Prinsip faktor-faktor yang saling menentukan
Bandura menyatakan bahwa diri seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem (sistem diri/self system). Sebagai suatu sistem bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang tersebut, secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab yang satu terhadap yang lainnya. Berikut ini dijelaskan interaksi berbagai faktor pembentuk sistem diri (self sistem) pada sebuah bagan (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Interaksi Berbagai Faktor Pembentuk Sistem Diri
Keterangan :
P    = Singkatan dari Personal atau kepribadian seseorang
B   = Singkatan dari Berhavior atau perilaku seseorang
E    = Singakatan dari Environment atau lingkungan luar
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.Dalam teori menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara kognitif , perilaku ,dan lingkungan.
Kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap perilaku kita.Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam kehidupan sosial kita sehari hari.Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian kita.
Dalam skema diatas dapat kita lihat,bahwa antara behavioral, environment, dan perception sangatlah memberikan andil dalam proses pembelajaran sosial kita.
Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi perilaku kita,dan perilaku pribadi kita akan menimbulkan reaksi dari orang lain.Begitu pula dengan lingkungan, keadaan lingkungan sekitar kita akan mempengaruhi perilaku kita.Keadaan lingkungan akan menimbulkan reaksi – reaksi tersendiri dari individu tersebut.Yang dapat memberikan stimulus terhadap individu untuk melakuka sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat , cermati , dalm lingkungan tersebut.
Kemudian reaksi – reaksi yang ditunjukkan oleh individu tersebut akan memberikan penilaian tersendiri terhadap dirinya sendiri,dan karakteristik dari individu tersebut akan memberikan penilaian tersendiri dari orang lain.
Dari keadaan lingkungan sekitar yang kita lihat dan reaksi – reaksi dari individu akan  memberikan pengaruh terhadap persepsi dan aksi kita akan stimulus yang diperlihatkan di dalam lingkungan tersebut.Persepsi timbul karena ada stimulus dari orang lain maupun dari lingkungan sekitar kita.
Jadi antara behavioral, environment, dan perception sangatlah bergantung satu sama lain,ketiga komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen itu saling memberikan pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam terlaksananya teori pembelajaran sosial.
Komponen – komponen tersebut salimg berhubungan antar komponen yang lain ,dan saling timbal balik, menerima dan memberi.Tidak akan tercipta pembelajaran sosial jika tidak ada lingkungan , individu , dan aksi reaksi sebagai akibat dari adanya stimulus yang ada.
2)      Kemampuan untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang
Bandura menyatakan bahwa orang memahami dunia secara simbolis melalui gambar-gambar kognitif, jadi orang lebih bereaksi terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu sendiri. Artinya, karena orang memiliki kemampuan berfikir dan memanfaatkan bahasa sebagai alat untuk berfikir, maka hal-hal yang telah berlalu dapat disimpan dalam ingatan dan hal-hal yang akan datang dapat pula “diuji” secara simbolis dalam pikiran. Perilaku-perilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga, diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis, dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena pikiran-pikiran yang merupakan simbul atau gambaran kognitif dari masa lalu maupun masa depan itulah yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku tertentu.
3)      Kemampuan berpikir ke depan
Selain dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang sudah pernah dialami, kemampuan berpikir atau mengolah simbol tersebut dapat dimanfaatkan untuk merencanakan masa depan. Orang dapat menduga bagaimana orang lain bisa bereaksi terhadap seseorang, dapat menentukan tujuan, dan merencanakan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Inilah yang disebut dengan pikiran ke depan, karena biasanya pikiran mengawali tindakan.
4)      Kemampuan untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain
Orang-orang, terlebih lagi anak-anak mampu belajar dengan cara memperhatikan orang lain berperilaku dan memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan belajar dari apa yang dialami orang lain.
5)      Kemampuan mengatur diri sendiri
Prinsip berikutnya dari belajar sosial adalah orang umumnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Seberapa giat orang bekerja dan belajar, berapa jam orang tidur, bagaiamana bersikap di muka umum, apakah orang mengerjakan pekerjaan kuliah dengan teratur, dsb, adalah contoh prilaku yang dikendalikan. Perilaku ini tidak dikerjakan tidak selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan motivasi yang ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh perilaku orang lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada diri sendiri.
6)      Kemampuan untuk berefleksi
Prinsip terakhir ini menerangkan bahwa kebanyakan orang sering melakukan refleksi atau perenungan untuk memikirkan kemampuan diri mereka pribadi. Mereka umumnya mampu memantau ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus menilai diri mereka sendiri. Dari semua penilaian diri sendiri itu, yang paling penting adalah penilaian terhadap beberapa komponen atau seberapa mampu mereka mengira diri mereka dapat mengerjakan suatu tugas dengan sukses.

3. Pembelajaran Pengamatan (Observational Learning) dalam Teori Belajar Sosial Bandura
Karakteristik dari belajar sosial, yang terbukti sangat penting dan efisien adalah seorang dapat belajar dengan cara memperhatikan model beraksi dan membayangkan seolah-olah ia sebagai pengamat, mengalami sendiri apa yang dialami oleh model.  Yang disebut model adalah orang-orang yang perilakunya dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Dari sudut pandang Bandura, orang/pengamat tidak hanya sekedar meniru perilaku orang lain (model), namun mereka memutuskan dengan sadar untuk melakukan perilaku yang dipelajari dari mengamati model.
Menurut Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2008:281), mengamati model dan mengulangi perilaku yang dilakukan oleh model bukanlah sekedar imitasi sederhana; pembelajaran observasi juga melibatkan proses kognitif aktif yang meliputi 4 komponen yaitu: atensi, retensi, reproduksi dan motivasi. Lebih jauh lagi, analisis Bandura (dalam Slavin, 2008:204) tentang pembelajaran pengamatan (observational learning) menjelaskan mengenai keterlibatan empat fase dalam pembelajaran ini, yaitu:
a)   Fase Perhatian
Fase pertama dalam pembelajaran pengamatan ialah memberikan perhatian pada orang yang ditiru. Pada umumnya, siswa memberikan perhatian pada panutan yang memikat, berhasil, menarik, dan popular. Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali kaku ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model itu sendiri dan benar-benar memahaminya. Ini tergantung seberapa besar dan menjolok mata perilaku yang diperagakan itu. Perilaku yang sederhana dan menjolok mata lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Juga tergantung pada apakah si pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang diperagakan itu terutama ketika banyak hal lain yang bersaing untuk mendapatkan perhatian si pengamat.
Proses memberikan perhatian tergantung pada kepada kegiatan apa dan siapa modelnya yang bersedia untuk diamati, misalnya jika anak-anak dibesarkan dalam rumah tangga yang selalu bertengkar maka kemungkinan besar mereka akan mudah bertindak kasar dan agresif pula, perilaku yang demikian akan lebih akan lebih menarik perhatian dari anak tersebut. Menurut Panen (2005:4.10) menyatakan bahwa,
Untuk menerapkan teori belajar sosial dan memastikan siswa memberi perhatian yang lebih pada prilaku yang dimodelkan, maka guru sebaiknya mengusahakan untuk: (1) menekankan bagian-bagian penting dari perilaku  yang dipelajari untuk memusatkan perhatian siswa, (2) membagi-bagi kegiatan besar menjadi bagian-bagian kecil, (3) memperjelas ketrampilan-ketrampilan yang menjadi komponen-komponen prilaku, (4) memberi kesempatan untuk siswa mempraktikkan hasil pengamatan mereka begitu mereka selesai dengan satu topik.
b)   Fase Pengingatan (retensi)
Agar dapat mengambil manfaat dari perilaku orang lain yang telah diamati, seorang pengamat harus dapat mengingat apa yang yang telah dilihatnya. Dia harus mengubah informasi yang diamatinya menjadi bentuk gambaran mental, atau mengubah simbol-simbol verbal, dan kemudian menyimpan dalam ingatannya. Akan sangat membantu apabila kegiatan yang ditiru segera diulanginya atau dipraktekkan setelah pengamatan selesai. Pengamat tidak perlu melakukan pengulangan atau mempraktekkan secara fisik tetati dapat saja secara kognitif, yaitu: membayangkan, memvisualisasikan perilaku tersebut dalam pikirannya.
c)   Reproduksi
Komponen ketiga dalam proses peniruan adalah mengubah ide gambaran, atau ingatan menjadi tindakan. Umpan balik terhadap hasil belajar dalam bentuk perilaku yang diperlihatkan oleh pengamat dapat menjadi alat bantu yang penting dalam proses ini. Umpan balik ini dapat dilakukan lewat observasi diri dan masukan dari pelatih, guru, dan modelnya sendiri.
d)   Fase Motivasi
Tahap terakhir dalam proses pembelajaran pengamatan ialah motivasi. Orang tidak akan memperagakan atau melaksanakan setiap hal yang dipelajarinya lewat proses pengamatan. Siswa akan meniru orang yang ditiru karena mereka percaya bahwa tindakan seperti itu akan meningkatkan peluang mereka sendiri dikuatkan. Umumnya seorang pengamat akan cenderung untuk memperagakan perilaku yang ditirunya jika hal tersebut menghasilkan hal yang berharga atau diiinginkan oleh pengamat terebut. Pengamat cenderung tidak memperagakan perilaku yang mengakibatkan munculnya hukuman atau bila ia tidak mendapat hadiah dari perbuatan tersebut.

4 Konsep-Konsep Penting dalam Kepribadian menurut Bandura
1)      Sistem Diri (Self System)
Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2008:276) mengajukan sebuah konsep yang memiliki peran penting dalam kepribadian, yang ia sebut dengan self-system, satu set proses kognitif yang individu gunakan untuk mempersepsi, mengevaluasi, dan meregulasi prilakunya sendiri agar sesuai dengan lingkungannya dan efektif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, individu tidak hanya dipengaruhi oleh proses reinforcement eksternal yang disediakan lingkungan, tetapi juga oleh ekspektasi, reinforcement, pikiran, rencana, tujuan atau proses internal dari diri. Aspek kognitif yang aktif dalam diri individu sangat penting dalam pembelajaran. Selain berespon terhadap reinforcement langsung dengan mengubah prilaku di masa depan, orang dapat berpikir dan mengantisipasi pengaruh dari lingkungan. Individu dapat mengantisipasi konsekuensi yang mungkin akan timbul dari perilakunya sehingga mereka memilih tindakan berdasarkan respon yang dihadapkan dari lingkungan dan masyarakat.
Walaupun teori pembelajaran klasik mengasumsikan bahwa prilaku seseorang berubah sepanjang waktu karena pengaruh langsung dari reinforcement dan hukuman melalui hubungan stimulus-respons, teori Bandura menyatakan bahwa pengaruh reinforcement sebelumnya akan terinternalisasikan dan perilaku berubah karena berubahnya pengetahuan dan ekspektasi seseorang (Friedman dan Schustack, 2008:276). Pendekatannya memberikan peranan penting pada apa yang disebutnya dengan “human agency”. Kapasitas seseorang untuk mengontrol perilakunya, dan juga mengontrol proses berpikir internal dan motivasinya. Pengetahuan bahwa prilaku tertentu (oleh orang lain atau diri sendiri), pada situasi tertentu, mendapatkan reinforcement  di masa lalu membuat individu berharap bahwa perilaku yang sama akan mendapatkan reinforcement pada situasi yang sama (atau serupa) di masa depan. Maka pendekatan ini menggunakan kekuatan pendekatan pembelajaran dan kognitif terhadap kepribadian.
2)      Efikasi Diri (Self Efficacy)
Menurut Friedman dan Schustack, (2008:283) self-efficacy adalah ekspektasi keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertenu. Self-efficacy yang positif adalah keyakinan untuk mampu melakukan perilaku yang dimaksud. Tanpa Self-efficacy (keyakinan tertentu yang sangat situasional), orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu perilaku. Menurut Bandura (dalam Friedman dan Schustack, 2008:283) menyatakan self-efficacy menentukan apakah kita akan menunjukkan perilaku tertentu, sekuat apa kita dapat bertahan saat menghadapi kesulitan atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam satu tugas tertentu mempengaruhi perilaku kita di masa depan.
Jika seseorang tidak yakin dapat memproduksi hasil yang mereka inginkan, mereka akan memiliki sedikit motivasi untuk bertindak. Sebagai contoh, dalam satu penelitian, para lulusan bisnis diminta menemukan dan menggunakan aturan manajerial untuk menstimulasi suatu organisasi. Sebagian partisipan diberi tahu bahwa keterampilan yang dibutuhkan bersifat bawaan jika Anda tidak memiliki keterampilan, Anda tidak bisa berhasil. Partisipan ini menurunkan ekspektasi hasil yang akan mereka raih dan tidak menunjukkan performa yang baik. Partisipan lain diberi tahu keterampilan yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan latihan; para partisipan ini membuat target yang menantang dan mengembangkan strategi organisasi yang sukses.
Menurut Friedman dan Schustack (2008:283) menyatakan,
keyakinan tentang self-efficacy adalah hasil dari 4 jenis informasi, yaitu: (1) pengalaman kita dalam melakukan perilaku yang diharapkan atau perilaku yang serupa (kesuksesan dan kegagalan di masa lalu); (2) melihat orang lain melakukan perilaku tersebut atau perilaku yang kurang lebih sama (vicarious experience); (3) persuasi verbal (bujukan orang lain yang bertujuan untuk menyemangati atau menjatuhkan performa); dan (4) apa perasaan kita tentang perilaku yang dimaksud (reaksi emosional). 
Bandura juga telah mempraktekkan konstruk self-efficacy dalam bidang kesehatan. Self-efficacy terkait dengan aspek fisiologis kesehatan. Orang yang tidak memiliki self-efficacy mengalami stress yang berdampak pada kesehatan dan sistem imunnya. Self-efficacy juga terkait dengan potensi individu untuk berperilaku sehat, orang yang tidak yakin bahwa mereka dapat melakukan suatu perilaku yang dapat menunjang kesehatan akan cenderung enggan mencoba.
3)      Regulasi Diri (Self Regulation)
Menurut Friedman dan Schustack (2008:284) menyatakan, regulasi diri adalah proses dimana seseorang dapat mengatur pencapaian dan aksi mereka sendiri, menentukan target untuk diri mereka, mengevaluasi kesuksesan mereka saat mencapai target tersebut, dan memberi penghargaan pada diri mereka sendiri karena telah mencapai tujuan tersebut. Konsep self-efficacy adalah elemen penting dari proses ini, yang mempengaruhi pilihan target dan tingkat pencapaian yang diharapkan.  Yang juga penting adalah skema yang individu miliki, yang mendasari bagaimana orang memahami dan berperilaku dalam lingkungannya. Konstruk regulasi diri menitikberatkan pada kontrol internal (interpersonal) perilaku kita. Proses regulasi diri memiliki relevansi yang luas terhadap banyak bidang, terutama bidang kesehatan dan pendidikan, yang merupakan bidang di mana pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana orang melatih kontrol perilaku mereka sendiri akan berdampak pada meningkatnya keberhasilan masyarakat dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Kelemahan Teori Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negative, termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.

 Kelebihan Teori Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social dan kognitif.


Perilaku merokok.
Perilaku merokok dapat timbul dari pengaruh dari lingkungan sekitar, dan juga karena adanya pikiran dari kita yang mengolah stimulus tersebut untuk merokok atau tidak.
Contoh: Seorang pelajar SMA yang masih berumur 17 tahun , sering berkumpul dengan gerombolan pemuda – pemuda yang ada di lingkungan sekitar rumahnya  yang terbiasa merokok. Dari pulang sekolah ia selalu main di tempat itu, teman – temannya selalu mengejakkarena di gerombolan itu hanya dia yang tidak merokok.
Lama kelamaan ia mulai ada niat untuk mencoba mencicipi rokok itu seperti apa sich, hal itu di dukung pula dengan lingkungannya yang banyak merokok. Setelah sekali mencoba, dia merasa ketagihan terus – menerus. Dan pada akhirnya merokok menjadi kebiasaan dia.
Intinya, lingkungan memang sangat berperan dalam membentuk perilaku kita, namun niat dan keteguhan hati kita juga berperan disini. Artinya, meskipun kita berada dalam lingkungan yang tidak  baik, tapi kalau kita dapat mengendalikan diri kita, maka kita juga tidak akan terjerumus begitu pula sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA

Panen, Paulina, dkk. 2005. Belajar dan Pembelajaran 1. Jakarta: UniversitasTerbuka.
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Terjemahan
Samosir, Marianto. 2006. Educational Psycology: Theory and Practice. Jakarta: PT Indeks.
Friedman, Howard S., and Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. Terjemahan Ikarinim Fansiska Dian, dkk. 2006. Personality: Classic Theories and Modern Research. Jakarta: Erlangga.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep dan Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana. 


1 komentar: