Minggu, 21 April 2013

Analisis Kependudukan ~ masalah mortalitas



(Berdasarkan kasus dari beberapa media massa)
ANALISIS MASALAH MORTALITAS
A.    Mortalitas
Mortalitas merupakan salah satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur.
Menurut WHO, mortalitas adaalah suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena spesifik) pada suatu populasi, skala besar suatu populasi, per dikali satuan. Mortalitas khusus mengekspresikan pada jumlah satuan kematian per 1000 individu per tahun hingga rata-rata mortalitas sebesar 9,5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950 kematian.
Mortalitas terdiri dari kematian dewasa dan kematian bayi dan balita. Yang paling banyak menjadi perhatian dan sorotan pemerintah adalah kematian ibu dan kematian bayi. Hal tersebut dikarenakan angka kematian ibu dan bayi menjadi tolak ukur derajat kesehatan suatu negara. Data di Indonesia menunjukkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 461 per 100.000 kelahiran hidup, dan juga Angka Kematian Balita (AKB) yaitu 42 per 1.000 kelahiran hidup. Angka yang cukup tinggi ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya seperti pada kasus Kesadaran Rendah, Angka Kematian Ibu Melahirkan Tinggi dan Kematian Ibu dan Bayi Kurang diperhatikan.
B.     Analisis Mortalitas Per Kasus
1.      Kasus pertama “Kesadaran Rendah, Angka Kematian Ibu Melahirkan Tinggi”
Pada tahun 2012, angka kematian ibu melahirkan di Kabupaten Karangnyar mencapai 127 per 100.000 kelahiran. Jumlah ini masih tergolong tinggi untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Selama tiga tahun angka kematian di kabupaten Karanganyar memang fluktuatif namun masih tergolong tinggi. Angka kematian ibu dan bayi yang tinggi disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung selama masa kehamilan dan melahirkan ibu. Penyebab langsung ini berhubungan dengan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post-partum) dan penyebab tidak langsung berhubungan dengan penyakit yang diderita ibu sejak sebelum kehamilan seperti penyakit jantung, kanker dan lain sebagainya.
2.      Kasus Kedua “Kematian Ibu Dan Bayi Kurang Diperhatikan”
Data calon ibu dan bayi di Kabupaten Kaur tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Akibatnya terjadi keterlambatan dalam penanganan terhadap proses persalinan ibu. Hal ini terjadi karena kurangnya tenaga medis dan kesadaran masyarakat yang kurang untuk melaporkan kehamilan.
Begitu juga dengan kasus kekurangan gizi, tidak adanya data yang valid juga menyebabkan keterlambatan penanganan.
3.         Kasus Ketiga “Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi Bisa Diturunkan”
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi menggalakkan kampanye Keluarga Berencana. Karena merupakan suatu terobosan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Untuk mewujudkan hal itu Menkes meminta Dinkes bekerja sama dengan BKKBN. Target MDG’s tahun 2015 adalah untuk menurunkan angka kematian bayi 23 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup.
4.      Kasus Keempat “PemKab Kulon Progo Turunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi”
Dalam menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan, Pemerintah melakukan berbagai upaya termasuk dengan penyuluhan dan pelayanan kesehatan serta SDM yang ada. Di antaranya melalui MPS online serta SMS gateway.
Namun demikian sebenarnya upaya untuk menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan harus dilakukan oleh semua, bukan hanya institusi kesehatan saja
Dari keempat kasus diatas bisa disimpulakan penyebab-penyebab kematian Ibu dan Bayi  dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1.      Pendidikan
Angka Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan para ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas ibu di Indonesia tidak memiliki ijazah SD, yakni sebesar 33,34 persen. Selanjutnya sebanyak 30,16% ibu hanya memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan hanya terdapat 16,78% ibu yang berpendidikan setara SMA. Hanya 7,07% ibu yang berpendidikan perguruan tinggi.
Penyerapan informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seorang ibu. Latar pendendidikan formal serta informal akan sangat berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai dari segi pikiran, perasaan maupun tindakannya.
Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi calon ayah dan calon ibu akan mampu merncanakan kehamilan dangan baik sehingga bisa terhindar dari 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali). Seperti pada kasus “Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi Bisa Diturunkan”.
Dalam penanganan kehamilan dan persalinan pun pendidikan akan sangat penting agar bisa terhindar dari faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan terlambat menangani dan
 Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan semakin tinggi pula kesadaran mereka terhadap proses pra kehamilan dan pasca kehamilannya, sehingga untuk menjaga agar dirinya sehat dalam masa kehamilan maka ibu tersebut pasti akan melaporkan dan memeriksakan dirinya kepada tenaga medis yang ahli dibidangnya. Dan sebaliknya, jika pendidikan seorang ibu rendah seperti yang banyak terjadi di Indonesia, maka kesehatannya selama masa kehamilan tidak begitu diperhatikan. Oleh sebab itu banyak terjadi kematian pada ibu melahirkan yang disebabkan kesadaran akan kesehatan yang rendah.

2.      Lingkungan
Lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi KIA. Banyak aspek yang mempengaruhi KIA yang dapat dilihat dalam suatu lingkungan. Dalam hubungannya dengan meningkatnya kasus kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas), lingkungan yang dibahas adalah aspek geografis. Kondisi geografis suatu lingkungan mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan itu sendiri. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana transportasi tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan untuk menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana kesehatan, dan banyak ibu yang mengalami kesulitan selama masa kehamilan, melahirkan dan juga nifas, sehingga angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas) akan terus bertambah besar.

3.      Ekonomi
Kondisi keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu (hamil, melahirkan dan nifas)  untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu, mereka cenderung tidak memeriksakan kesehatan dirinya pra kehamilan hingga pasca kehamilan. Akibatnya, banyak ibu yang meniggal saat melahirkan karena penyakit yang baru diketahui ketika akan melahirkan.

4.      Minimnya Tenaga Medis
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Dengan cukupnya tenaga medis diharapkan persoalan berupa kevalidan data dan kasus yang tidak tersentuh dapat dikurangi sehingga dapat mengurangi angka AKI.

5.      Adat Istiadat
Pada kasus kematian ibu akibat perdarahan faktor budaya yang berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu adalah kecenderungan bagi ibu di perdesaan dan keluarga miskin untuk melahirkan dengan bantuan dukun beranak, bukan dengan bantuan petugas medis yang telah disediakan. Ada pula tradisi suku tertentu yang mengharuskan ibu nifas ditempatkan dalam suatu tempat yang dapat dikatakan kurang higienis
Masalah tingginya angka kematian ibu dan bayi dapat ditanggulangi dengan berbagai cara yaitu:
1.      Menggalakkan kampanye KB
Dengan mengkampanyekan KB dan "Dua Anak Cukup", maka kesehatan ibu hamil dan melahirkan akan menjadi lebih baik sehingga bisa meminimalisasi faktor "empat terlalu" yang menjadi penyebab terbanyak AKI dan AKB.

2.      Penyuluhan
Penyuluhan ini dilakukan oleh institusi kesehatan dengan cara sms gateway dan MPS Online. Dengan adanya upaya penyuluhan ini diharapkan kesadaran ibu hamil akan kesehatan dan keselamatan dirinya dan bayinya dapat ditingkatkan.

3.      Perbaikan layanan kesehatan dan infrastruktur
Perbaikan layanan kesehatan ini berkaitan dengan pengadaan peralatan medis yang memadai serta lebih diutamakan kepada administrasi layanan kesehatan itu sendiri. Perbaikan ini bertujuan agar masyarakat mau memeriksakan kesehatan pada layanan kesehatan yang ada tanpa terbelit dengan proses administrasi yang lama dan panjang serta peralatan medis lain yang kurang memadai.
Perbaikan infrastruktur yang akan menunjang akses kepada pelayanan kesehatan seperti transportasi, ketersediaan listrik, ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta pendidikan dan pemberdayaan masyarakat utamanya terkait kesehatan ibu dan anak yang menjadi tanggung jawab sektor lain memiliki peran sangat besar untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

4.      Meningkatkan Jumlah Tenaga Medis
Meningkatkan jumlah tenaga medis di sini diutamakan pada desa-desa terpencil yang aksesnya sulit menuju tempat pemeriksaan kesehatan dan sebagainya. Adanya bidan masuk desa merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jumlah tenaga medis di daerah terpencil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar