Minggu, 21 April 2013

Analisis Kependudukan ~ masalah fertilitas

(Berdasarkan kasus pada beberapa media massa)
ANALISIS MASALAH FERTILITAS
Fertilitas (kelahiran) sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan misalnya bernafas, berteriak, jantung berdenyut dan sebagainya.
Indonesia saat ini memiliki angka fertilitas yang tergolong tinggi, yakni mencapai 4,5 juta bayi per tahun. Kondisi seperti ini dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga diposisikan sebagai beban pembangunan daripada modal pembangunan.
Dalam perspektif yang lebih luas, persoalan fertilitas tidak hanya berhubungan dengan jumlah anak sebab aspek yang terkait di dalamnya sangat kompleks dan variatif misalnya menyangkut isu kesehatan reproduksi. Isu kesehatan reproduksi menyangkut banyak hal seperti kehamilan tak dikehendaki, aborsi, jumlah anak, proses melahirkan yang sehat dan kesehatan ibu dan bayi.
Pada umumnya kasus kehamilan yang tidak dikehendaki terjadi pada ibu yang berstatus sosial ekonomi rendah. Ini akan menimbulkan masalah tersendiri yang cukup rumit seperti proses kehamilan, proses persalinan ibu, ketercukupan gizi ibu dan anak dan lain sebagainya. Sementara itu, kasus kehamilan yang tidak dikehendaki tidak hanya terbatas terjadi pada perempuan dengan status menikah, tetapi juga perempuan yang tidak menikah. Untuk kasus terakhir ini besar kemungkinan menghasilkan kasus aborsi. Hal ini akan menambah persoalan aborsi yang pada dasarnya sudah sangat serius di Indonesia.
Aborsi merupakan problem yang serius karena di satu pihak aborsi adalah illegal, tetapi di pihak lain permintaan terhadap aborsi cenderung meningkat. Akibatnya, banyak aborsi dilakukan secara illegal di tempat-tempat yang (mungkin) mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan ibu dan anak. Bayi yang dilahirkan dari kehamilan yang tidak dikehendaki akan mengalami masalah psikologis dalam perkembangannya, dan hal itu tidak hanya menjadi tanggung jawab keluarga/orang tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah.

 Berikut ini akan dibahas beberapa kasus terkait masalah fertilitas di Indonesia:
Kasus pertama, jumlah remaja melahirkan kian banyak disebutkan karena penyebab rata-rata usia nikah pertama perempuan yang masih rendah. Jumlah remaja yang melahirkan kian membuat angka kelahiran total atau TFR meningkat. Selain itu juga disebutkan bahwa fertilitas kelompok remaja meningkat, namun tingkat pemakaian KB hanya sedikit mengalami peningkatan. Dari kasus dan keterangan diatas, dapat dianalisis bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi masalah fertilitas di Indonesia, diantaranya faktor pendidikan, ekonomi, dan lingkungan.
1.      Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya fertilitas karena akan mempengaruhi pola pikir dan orientasi karir seseorang. Orang yang memiliki status pendidikan yang tinggi pada umumnya akan menunda pernikahannya karena lebih berorientasi pada pendidikannya dan pekerjaan yang layak. Selain itu pendidikan juga berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai usia yang tepat untuk merencanakan kehamilan serta mengenai pentingnya ber-KB. Sebaliknya jika seseorang kurang memiliki tingkat pendidikan tinggi, besar kemungkinan ia akan cenderung untuk memilih menikah di usia dini. Hal ini akan memperbesar peluang banyaknya bayi yang lahir dalam satu keluarga serta menjadi alasan mengapa jumlah remaja yang melahirkan kian banyak. 



2.      Ekonomi
Ekonomi menjadi penyebab timbulnya berbagai masalah mengingat Indonesia masih tergolong negara berkembang dan tingkat perekonomian masyarakat yang masih buruk. Ekonomi mempengaruhi fertilitas karena apabila seseorang memiliki tingkat perekonomian buruk, segala aspek kebutuhannya seperti kebutuhan pokok dan pendidikan akan cenderung kurang mendapat perhatian. Dengan kurangnya pendidikan, seseorang akan cenderung menikah muda seperti faktor pendidikan di atas. Selain itu, ekonomi akan mempengaruhi pola pikir remaja yang memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang menjadi peluang semakin besarnya minat maupun paksaan remaja untuk menikah dini.  
3.      Lingkungan
Lingkungan juga merupakan faktor pengaruh makin banyaknya jumlah remaja yang melahirkan. Kurangnya perhatian keluarga, khususnya orangtua merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam masyarakat Indonesia. Kurangnya pengawasan menyebabkan timbulnya keinginan remaja untuk mencari jati dari dan perhatian dengan cara melakukan penyimpangan sosial yang bersumber dari salahnya pergaulan.

Kasus kedua, disebutkan bahwa meskipun sudah adanya jaminan persalinan dan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT), namun masih terdapat 40 persen persalinan yang terjadi di rumah. Hal ini disebabkan karena sulitnya akses ke daerah terpencil, minimnya komunikasi dengan pihak rumah sakit dan keterlambatan mengambil keputusan (bagi suami). Jika ditinjau lebih jauh, kasus ini dipengaruhi oleh faktor pendidikan, ekonomi, dan pelayanan kesehatan.
1.      Pendidikan
Peran pendidikan dalam masalah ini terletak pada pengetahuan suami mengenai kesehatan reproduksi. Apabila pengetahuan suami mengenai kesehatan reproduksi baik, maka besar kemungkinan ia akan mengupayakan pelayanan terbaik untuk istrinya selama masa kehamilan maupun menjelang kelahiran. Namun, yang banyak terjadi di Indonesia adalah minimnya pengetahuan suami terhadap kesehatan reproduksi dan pelayanan kesehatan istri selama masa kehamilan maupun menjelang kelahiran. Rata-rata wanita Indonesia kebanyakan masih bergantung pada suami dalam mengambil keputusan. Tidak menjadi masalah apabila suami dapat mengambil keputusan yang tepat mengenai rencana persalinan istrinya, namun yang menjadi masalah adalah apabila suami memiliki anggapan yang kurang benar bahwa melahirkan di rumah jauh lebih aman daripada di pelayanan kesehatan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab banyaknya ibu yang memilih melahirkan di rumah. 
2.      Ekonomi
Hal yang paling umum dalam kasus kesehatan dan fertilitas di Indonesia adalah ekonomi. Faktor ekonomi berpengaruh terhadap kemampuan dalam mengupayakan pelayanan kesehatan terbaik untuk ibu selama masa kehamilan dan persalinan. Pada umumnya, suami tidak akan mempermasalahkan apabila istrinya melahirkan di rumah dengan alasan keterbatasan biaya. Namun di sisi lain, walaupun sudah tersedia layanan jampersal di Indonesia, banyaknya permasalahan di bidang pelayanan kesehatan maupun berbelitnya prosedur yang harus dilaksanakan membuat bantuan pemerintah ini tidak begitu diindahkan oleh masyarakat.
3.      Pelayanan Kesehatan
Pada kasus masih banyaknya ibu yang melahirkan di rumah ini, dijelaskan bahwa sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) masih sulit menjangkau daerah terpencil dan minimnya komunikasi dengan pihak rumah sakit menjadi penyebab masih banyak ibu yang melahirkan di rumah.
SPGDT yang sulit menjangkau daerah terpencil sebenarnya bisa diatasi jika pemerintah dan pihak swasta bekerja sama dalam membangun infrastruktur dan akses sehingga SPGDT bisa berjalan baik. Selain itu, program SPGDT ini juga masih dipengaruhi cara pelayanan di rumah sakit terkait. Saat ini banyak rumah sakit yang lebih mengutamakan pelayanan pada pasien dengan ekonomi cukup. Permasalahan inilah yang membuat masyarakat enggan memanfaatkan SPGDT.

Kasus ketiga, terdapat keterangan bahwa angka fertilitas di Sulawesi Selatan masih tinggi. Hal ini terjadi karena pengaruh beberapa faktor seperti faktor pendidikan kesehatan, lingkungan dan adat istiadat.
1.      Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan memegang peranan penting dalam keadaan masyarakat. Apabila kesadaran dalam memahami pentingnya pendidikan kesehatan dalam masyarakat tinggi, pada umumnya mereka akan memprioritaskan penggunaan alat kontrasepsi. Namun dalam praktiknya di Sulawesi Selatan, masyarakat cenderung kurang memiliki pemahaman dalam kesehatan reproduksi. Padahal program kotrasepsi merupakan salah satu faktor yang mampu menekan angka kelahiran. Inilah penyebab tingginya angka kelahiran di Sulawesi Selatan.
2.      Adat Istiadat
Dalam wilayah tertentu, masih berkembang asumsi bahwa gender tertentu lebih tinggi dari gender lainnya. Jika asumsi ini masih terdapat dalam masyarakat, besar kemungkinan suatu keluarga tidak memiliki keinginan dalam memiliki anak dalam jumlah tertentu melainkan hanya mempertimbangkan kepuasan jika sudah memiliki keturunan sesuai dengan gender yang diunggulkan dalam wilayah tersebut.
3.      Lingkungan
Lingkungan juga akan berpengaruh pada jumlah anak yang dimiliki oleh sebuah keluarga, karena kebiasaan orang Indonesia selalu akan menanyakan jumlah anak yang dimiliki oleh sebuah keluarga dan jika keluarga itu hanya punya satu anak, para tetangga maupun akan menyarankan agar keluarga tersebut memiliki seorang anak lagi dengan berbagai alasan.
Selain itu, pengaruh lingkungan yang juga berperan dalam perkembangan perilaku seseorang khususnya remaja sehingga banyaknya penyimpangan perilaku seperti seks bebas juga menyebabkan angka fertilitas tinggi. Karena dengan umur mereka yang masih remaja kemungkinan mereka memiliki anak lebih dari 2 orang lebih besar. 
Jadi dapat disimpulkan bahwa ketiga kasus fertilitas yang terjadi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama lainnya seperti faktor pendidikan, ekonomi, adat istiadat, lingkungan dan layanan kesehatan.
Beberapa masalah fertilitas tersebut harus ditanggulangi dengan cepat karena dampak negatifnya sangat besar terhadap Indonesia yaitu besarnya peluang kematian ibu dan bayi. Seperti kasus remaja yang melahirkan kian banyak, kasus ini dapat menyebabkan kematian ibu karena belum cukup umur untuk hamil dan melahirkan. Kasus ibu yang melahirkan di rumah juga sama besar resikonya dengan melahirkan di usia dini karena ditakutkan kuragnnya penanganan medis apabila terjadi.
Masalah fertilitas ini dapat ditanggulangi dengan melakukan perbaikan pada faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya:
1.      Pendidikan
Dalam hal pendidikan, beberapa cara yang dapat ditanggulangi adalah dengan cara meningkatkan pembangunan pendidikan, baik dari segi tenaga pengajar dan alat pendukungnya serta akses untuk pendidikan itu sendiri. Langkah selanjutnya adalah meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya memberikan pendidikan setinggi-tingginya untuk anak. Hal ini juga membutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan, menjalin kerja sama untuk memperoleh dana pendidikan dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Dengan ketersediaan fasilitas serta mutu pendidikan yang baik, serta kesadaran orang tua terhadap anak, diharapkan masalah fertilitas di Indonesia lebih diminimalisir keberadaannya.

2.      Ekonomi
Masalah ekonomi ini sebenarnya dapat teratasi tergantung pada individu masing-masing. Jika softskill dan pendidikan seseorang itu baik maka akan mudah mendapat pekerjaan yang layak dan ekonomi akan menjadi baik. Pemerintah juga berperan dalam penyediaan lapangan pekerjaan serta memfasilitasi wirausaha muda yang mulai merintis usahanya agar dapat memperkecil angka pengangguran di Indonesia sehingga derajat kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

3.      Adat Istiadat
Asumsi masyrakat mengenai banyak anak banyak rezeki serta gender tertentu lebih tinggi derajatnya dapat diatasi dengan sosialisasi mengenai fakta bahwa memiliki banyak anak justru akan membutuhkan banyak biaya bahkan dalam kondisi tertentu dapat membahayakan kesehatan reproduksi ibu.

4.      Lingkungan
Lingkungan tidak bisa sepenuhnya diubah, karena semua tergantung pada individu itu sendiri mengenai bagaimana menyikapi pengaruh lingkungan. Jika pengaruh itu baik untuk dirinya maka pengaruh itu boleh saja diterima, namun sebaliknya jika hal itu tidak memberikan kontribusi positif pada kehidupan, maka ada baiknyapengaruh tersebut ditolak dengan tetap memberikan alasan logis dan cara yang baik.

5.      Layanan Kesehatan
Bidang layanan kesehatan yang masih perlu mendapat perhatian khusus adalah keseriusan pemerintah terhadap pelayanan kesehatan. Kenyataannya perhatian pemerintah terhadap pelayanan kesehatan masih sangat kurang. Hal tersebutdapat dilihat dari alokasi anggaran untuk Departemen Kesehatan dari tahun ke tahun yang sangat rendah, yakni kurang dari 5% dari total APBN. Pada tahun 1997/1998, alokasi anggaran untuk Departemen Kesehatan adalah 4,7% dari APBN dan hal ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yanghanya 3,6%. Sementara itu di negara-negara yang sudah maju, alokasi anggaran untuk kesehatan mencapai 6% - 15%. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan alokasi anggaran untuk kesehatan yang ideal adalah sekurang-kurangnya 6% dari anggaran belanja negara (APBN).
Jika anggaran untuk kesehatan sudah mencukupi, pastilah kualitas layanan kesehatan akan meningkat. Selain itu pemerintah seharusnya lebih meningkatkan kualitas para pemberi pelayanan kesehatan, agar dapat melayani masyarakat dengan baik.
  
SUMBER

Mantra Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Juanita. 2002. Peran Asuransi Kesehatan dalam Bencmarking Rumah Sakit dalam Menghadapi Krisis Ekonomi. Universitas Sumatera Utara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar