Rabu, 12 Desember 2012

Dampak Kebakaran Hutan

Berbagai dampak kebakaran hutan di berbagai aspek antara lain:


1.      Dampak Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi
a.       Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan.
Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil hutan tersebut seperti rotan, karet dan sebagainya.

b.      Terganggunya aktivitas sehari-hari
Adanya gangguan asap secara otomatis juga mengganggu aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari. Misalnya pada pagi hari sebagian orang tidak dapat melaksanakan aktivitasnya karena sulitnya sinar matahari menembus udara yang penuh dengan asap. Demikian pula terhadap banyak aktivitas yang menuntut manusia untuk berada di luar ruangan. Adanya gangguan asap akan mengurangi intensitas dirinya untuk berada di luar ruangan. Ketebalan asap juga memaksa orang menggunakan masker yang tidak sedikit banyak mengganggu aktivitasnya sehari-hari.


c.       Peningkatan jumlah hama
Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila keberadaan dan aktivitasnya mengganggu proses produksi manusia. Bila tidak mencampuri urusan produksi manusia maka ia akan tetap menjadi spesies sebagaimana spesies yang lain.
Spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini berada di hutan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai ekosistem tersebut, dan dalam beberapa kasus spesies tersebut masuk dalam komunitas manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan merusak proses produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya.


d.      Terganggunya kesehatan
Di tinjau dari sudut kesehatan, asap biomassa yang keluar akibat kebakaran hutan mengandung berbagai komponen yang berbahaya. Komponen ini terdiri dari gas maupun partikel-partikel. Komponen gas yang besar peranannya mengganggu kesehatan adalah Karbon monoksida dan Aldehid. Selain itu, tercatat akibat merugikan dari ozon, Nitrogen oksida, Karbon dioksida, dan Hidrokarbon. Dalam kebakaran hutan, berbagai jenis zat dapat terbang jauh, dan dalam transportasi ini dikonversikan menjadi gas lain seperti ozon, atau berubah menjadi partikel seperti Spesies nitrat dan Oksigen organik.
Merujuk pada penelitian Braner dalam Health Impacts of Biomass Air Pollution, komponen polutan utama biomassa adalah jenis bahan gas Inorganik (contoh, Karbon monoksida (CO), Ozon, Nitrogen dioksida (NO2)), Hidrokarbon (contoh, Benzen dan Toluen), Aldehid (contoh Akrolein dan Formaldehid), Partikel (contoh partikel “inhalable” (PM 10), partikel respirabel, partikel halus (PM 2,5)), dan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon atau PAH (contoh Benzo (a)pyrene).
Kesemuanya itu bersumber dari pembakaran tidak lengkap bahan organik, oksidasi dalam temperatur tinggi dari nitrogen udara produk sekunder nitrogen oksida dan hidrokarbon, kondensasi pembakaran gas, pergerakan vegetasi dan fregmentasi asap. Partikulat dalam asap kebakaran hutan punya peranan penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Partikulat berukuran kecillah yang sebenarnya paling berpotensi besar mengancam kesehatan, yaitu PM 10, PM 2,5, PM 1,0 atau Total Suspended Particulate (TSP). Mengingat kebakaran hutan ini berlangsung lama, maka dapat diperkirakan, betapa banyak komponen polutan utama biomassa yang dihirup oleh manusia.
Secara umum, asap akibat kebakaran hutan telah meningkatkan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di daerah yang tingkat pencemaran udaranya tinggi. Sebagai gambaran di Kalimantan dan Sumatera nilai ISPU rata-rata melebihi 300 padahal batas normalnya di bawah 100 sehingga dampak kesehatannya begitu terasa, terutama mereka yang rentan seperti anak-anak, para manula dan mereka yang aktif diluar ruangan.
Data dari Pusat Penanggulan Masalah Kesehatan Departemen Kesehatan membuktikannya. Akibat adanya kabut asap, jumlah kasus ISPA di Pontianak meningkat dari 1.286 kasus pada akhir Agustus 2006 menjadi 1.928 kasus pada awal September 2006.
Data yang sama juga menyebutkan bahwa di Kalimantan Timur jumlah kasus mingguan ISPA antara 1.500 kasus hingga 2.000 kasus, lebih tinggi dari kisaran normal yang banyaknya antara 1.000 kasus hingga 1.500 kasus. Beberapa Dinas Kesehatan di Sumatera dan Kalimantan juga melaporkan bahwa masyarakat di wilayahnya mulai mengalami gangguan penyakit ISPA, pneunomia, dan sakit mata.

e.       Produktivitas menurun
Di wilayah Kalimantan Barat, asap tebal sudah mulai mengancam sektor pertanian. Tebalnya kabut asap dikhawatirkan yang berlangsung secara terus-menerus dapat mengganggu produktivitas tanaman padi dan jagung. Dua jenis tanaman ini paling rentan. Kalau cuaca sampai tertutup asap sehingga tanaman tidak mendapat sinar matahari dalam jangka waktu lama, produksinya dapat menurun. Pada saat tanaman akan berfotosintesis tentu memerlukan sinar matahari yang cukup. Karena kabut yang tebal menyebabkan sinar matahari terhambat untuk menyinari bumi sehingga produksi terhambat.

2.      Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan
a.       Hilangnya sejumlah spesies
Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan berjenis-jenis pohon namun juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa lainnya. Umumnya satwa yang ikut musnah akibat terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar karena api telah mengepung dari segala penjuru. Belum ada penelitian yang mendalam seberapa banyak spesies yang ikut terbakar dalam kebakaran hutan di Indonesia.

b.      Ancaman erosi
Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.
Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika run off terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor.

c.       Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan
Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai catchment area, penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar fungsi catchment area tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang di udara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat terserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut.
Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukkan menjadi lahan-lahan perkebunan dan kalaupun tidak maka ia akan menjadi padang ilalang yang akan membutuhkan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula.

d.      Penurunan kualitas air
Kebakaran hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang ada di atasnya untuk masuk kedalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini terus berulang apabila ada hujan di atas gunung atupun di hulu sungai sana.

e.       Terganggunya ekosistem terumbu karang
Terganggunya ekosistem terumbu karang lebih disebabkan faktor asap. Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan. Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies lainnya menjadi sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa.

f.       Menurunnya devisa negara
Turunnya produktivitas secara otomatis mempengaruhi perekonomian mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara.

g.      Segementasi di aliran sungai
Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan akibat erosi yang terus menerus.



h.      Pemanasan global
Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi akhir-akhir ini dipandang sebagai sebuah malapetaka yang tidak hanya bersifat nasional saja akan tetapi sudah bersifat regional bahkan global karena asap yang berasal dari kebakaran hutan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi Gas Rumah Kaca di atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca secara global yang berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan pemanasan global. Pemanasan global ini pada akhirnya membawa dampak terjadinya perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di bumi.
Pemanasan global sangat erat kaitannya dengan iklim yang menjadi panas secara perlahan tapi pasti dalam jangka waktu yang cukup panjang yang akan merubah dunia umat manusia menjadi suatu daerah yang terlalu panas untuk didiami atau untuk suatu kehidupan. Dalam kaitan tersebut, terkaitlah peran serta dari suatu fenomena alam yang disebut dengan efek rumah kaca.
Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi, sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan Efek Rumah Kaca dan gas-gas yang berfungsi menyerap energi panas matahari itu disebut denga Gas Rumah Kaca. Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada efek rumah kaca maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin.
Gas rumah kaca yang berfungsi sebagai perangkap energi panas matahari tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi juga dapat timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua yang timbul dari berbagai proses alami seperti letusan vulkanik, pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida), dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Pembakaran dapat berkurang karena terserap lautan dan diserap tanaman untuk dipergunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya. Selain uap air dan karbondioksida, gas rumah kaca lainnya yaitu CH4 (metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS (hidrofluorokarbon), dan SF6 (sulfurheksaflourida).
Sedangkan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia antara lain kegiatan manusia yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, batubara) seperti pada pembangkit tenaga listrik, transportasi, kegiatan perindustrian, air conditioner, komputer, memasak. Selain itu tugas rumah kaca juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan pertenakan.
Ironisnya, perubahan komposisi gas rumah kaca diatmosfer lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia salah satu contohnya pembakaran hutan secara luas sehingga meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca secara global yang berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi atau pemanasan global.
Perubahan iklim yang terjadi akibat dari pemanasan global akan membawa dampak pada lingkungan dan kehidupan di bumi. Para ilmuwan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan telah membuat beberapa perkiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan dan tumbuhan serta kesehatan manusia.
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian utara dari belahan Bumi Utara. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan mungkin tidak akan mengalaminya lagi. pada pegunungan di daerah sub tropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanaman akan lebih panjang di beberapa area.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm (4-10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4-35 inchi).
Lapisan ozon merupakan tameng yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet yang merusak. Penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan berbagai penyakit infeksi seperti menurunnya kekebalan tubuh, kanker kulit, katarak mata dan juga kerusakan pada lingkungan hidup. Kerusakan itu, mulai dari putusnya rantai makanan pada ekosistem akuatik di laut. Menipisnya lapisan ozon diketahui pada pertengahan 1980-an. Penipisan lapisan ozon disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia sebagai perusak lapisan ozon dan gas karbondioksida yang dapat berasal dari hasil proses pembakaran seperti kendaraan, pabrik dan kebakaran hutan.
Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian afrika mungkin tidak dapat tumbuh.
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. dalam pemanasan global hewan cenderung untuk bermigrasi kearah kutub atau keatas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat.
Dunia yang hangat ini, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebr seperti malaria, demam, dengue, demam kuning dan encephalitis.
Dengan demikian, kebakaran hutan yang secara luas menyebabkan pemanasan global dan meningkatnya suhu bumi merupakan ancaman yang sangat serius bagi keselamatan lingkungan hidup dan kehidupan manusia. Salah satu dampak dari pemanasan global ini adalah penipisan lapisan ozon. Dimana lapisan ozon ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam melindungi bumi dari radiasi sinar ultra violet yang dipancarkan oleh matahari. Rusaknya lapisan ozon ini mengakibatkan kerusakan-kerusakan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan peternakan disamping dapat menganggu kesehatan manusia serta dampak negatif lainnya yang sangat mengancam segala kehidupan di muka bumi ini.

3.      Dampak terhadap Perhubungan dan Pariwisata
Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya transportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak bisa turun di satu tempat karena tebalnya asap yang melingkungi tempat tersebut. Sudah tentu hal ini akan mengganggu bisnis pariwisata karena keengganan orang untuk berada di tempat yang dipenuhi asap. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda.
Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa asap tersebut telah melintasi batas neara terutama Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand.

4.  Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Hidrologi
Kejadian kebakaran hutan telah menimbulkan dampak dalam berbagai aspek baik ekologi, ekonomi, sosial, dan politik. Salah satu poin yang terkait dengan aspek ekologi sebagai dampak terganggunya hutan akibat kebakaran adalah terganggunya fungsi hidrologi hutan, dimana hutan mempunyai peranan penting terkait fungsi hidrologi seperti meningkatkan curah hujan, aliran sungai, mengatur fluktuasi aliran sungai – meningkatkan aliran rendah musim kemarau, mengurangi erosi, mengurangi banjir, meningkatkan mutu pasokan air. Dampak kebakaran terhadap fungsi hidrologi ini terkait dengan hilangnya vegetasi, serasah, mikroorganisme dan rusaknya struktur tanah yang akan mempengaruhi proses-proses yang terjadi dalam siklus hidrologi seperti intersepsi, evapotranspirasi, infiltrasi, aliran permukaan (run off) dan simpanan air dalam tanah, meski demikian pengaruh kebakaran terhadap proses-proses tersebut tentu saja dipengaruhi oleh intensitas dan tingkat kebakaran yang terjadi.
Adapun dampak-dampak terjadinya kebakaran terhadap fungsi hidrologi tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:
a)      Akibat rusak dan/atau hilangnya vegetasi
Vegetasi merupakan pensuplai bahan bakar terhadap suatu kejadian kebakaran lahan dan hutan sehingga dampak kebakaran terhadap vegetasi ini jelas terlihat yaitu hilangnya vegetasi karena habis terbakar ataupun mengalami kerusakan akibat sebagian dari pohon atau vegetasi tersebut hangus terbakar. Dalam siklus hidrologi, vegetasi khususnya vegetasi hutan (pohon) sangat memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi. Dengan adanya vegetasi pada suatu areal, menyebabkan air hujan yang tercurah semuanya tidak langsung jatuh kepermukaan bumi atau tanah namun sebagian terhambat oleh vegetasi sebelum mencapai tanah. Peristiwa ini disebut intersepsi. Intersepsi memiliki 3 macam, yaitu interception loss, through fall, dan stem flow. Interception loss adalah air yang jatuh ke vegetasi tetapi belum sampai mencapi tanah sudah menguap. Through fall adalah air hujan yang tidak langsung jatuh ke bumi, tetapi terhambat oleh dedaunan terlebih dahulu.
Stem flow adalah air hujan yang jatuh ke vegetasi dan mengalir melalui batang vegetasi tersebut. Air hujan yang terhambat vegetasi ada juga yang kemudian jatuh ke permukaan tanah (through fall). Air yang jatuh di permukaan sebagian ada yang mengalami infiltrasi atau diserap oleh tanah. Kapasitas infiltrasi tergantung dari tekstur tanah, vegetasi, lengas tanah, kemiringan lereng, dan waktu. Air tersebut memasuki celah-celah batuan yang renggang di dalam bumi atau mengalami perkolasi untuk mengisi persediaan air tanah. Air tanah dapat muncul ke permukaan tanah karena air memiliki kapilaritas yang tinggi. Dalam air tanah ada zona aquifer (zona penahan air) yaitu menyediakan simpanan air yang besar yang mengatur siklus hidrologi dan berpengaruh pada aliran air. Air tanah juga dapat menyuplai debit air sungai apabila jalur air tanah terputus oleh jalur sungai. Air tanah dapat berkurang apabila digunakan manusia untuk keperluan sehari-hari. Air hasil through fall mengalir di permukaan dan berkumpul di suatu tempat menjadi suatu run off  seperti sungai, danau, dan bendungan apabila kapasitas lengas tanah sudah maksimal yaitu tidak dapat menyerap air lagi. Dalam lengas tanah, aerasi yaitu zona transisi dimana air didistribusikan ke bawah (infiltrasi) atau keatas (air kapiler). Semakin besar infiltrasi, tanah akan semakin lembab dan setiap tanah memiliki perbedaan kapasitas penyimpanan dan pori yang berbeda-beda. Dari uraian di atas jelaslah terlihat peranan hutan (vegetasi) terhadap siklus hidrologi. Pengaruh kebakaran dimulai dari matinya atau rusaknya pohon ataupun vegetasi penutup lainnya, akibatnya akan mengurangi intersepsi kanopi. Hilangnya pohon dan serasah akibat musnah terbakar menyebabkan permukaan tanah menjadi lebih terbuka sehingga meningkatkan rata-rata evaporasi tanah, dan lebih banyaknya air hujan jatuh langsung ke tanah terbuka (Wagenbrenner 2003 dalam Omi, 2005). Hal ini mengurangi infiltrasi (DeBano et al, 1998) membuat tanah lebih mudah tererosi dan meningkatkan overlands flows. Pada hutan konifer dan chaparral, kebakaran dengan intensitas yang tinggi menyebabkan lapisan yang hidrophobik (atau kedap air) meningkat dibawah permukaan tanah, sehingga mengurangi infiltrasi dan menyebabkan perpindahan lapisan tanah atau erosi  (DeBano,1981 dalam Omi, 2005)
Kebakaran yang diikuti hujan badai dapat menyebabkan kerusakan yang parah, menyebabkan banjir dan penimbunan tanah pada sungai. Tingkat kebakaran yang tinggi lebih mengancam kualitas air dibandingkan tingkat kebakaran yang rendah (MacDonald and Stednick dalam Omi, 2005). Adanya aliran sedimen mengurangi kualitas air minum. Area yang terbakar secara luas mempengaruhi (memfasilitasi) terjadinya badai yang kuat, sehingga menyebabkan peningkatan run off dan erosi.  Wagenbrenner 2003 dalam Omi (2005) menyatakan bahwa kebakaran dapat meningkatkan jumlah air aliran permukaan dan erosi. Efek dari kebakaran terhadap aliran permukaan dan erosi tanah sangat besar tergantung pada tingkat kekerasan kebakaran dan juga kanopi vegetasi dan sifat fisik tanah, protective duff dan lapisan serasah pada lapisan atas tanah (MacDonald and Stednick 2003 dalam Omi 2005). Rata-rata erosi dari hutan yang tidak terganggu umumnya tetap rendah. Kebakaran meningkatkan jumlah runoff dan erosi karena terganggunya dan hilangnya vegetasi penutup. Sebagai tanaman mati, sistem akar dan batangnya tidak lama tersedia untuk menjaga kestabilan perpindahan tanah (erosi). Jenis dan macam vegetasi dan kondisi pertumbuhannya berpengaruh pada banyaknya air intersepsi dan banyaknya air yang sampai ke permukaan tanah. Selain itu vegetasi juga berpengaruh pada porositas tanah dan hambatan terhadap kecepatan aliran air permukaan, baik oleh serasah dan akar-akar tanaman yang muncul di permukaan tanah.
Vegetasi juga berperan pada pengurangan kandungan air tanah melalui proses transpirasi sehingga memperbesar kapasitas tanah menyerap air sebelum terjadinya hujan. Vegetasi mengalami transpirasi yaitu penguapan air dari tubuh tanaman. Hilangnya vegetasi mengurangi jumlah transpirasi.

b)      Hilang dan/ atau berkurangnya serasah penutup lantai hutan
Serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan. Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus, dan akhirnya menjadi tanah. Saat terjadi kebakaran hutan dengan tipe kebakaran permukaan akan menyebabkan terbakarnya serasah. Dengan terbakarnya serasah akan mengakibatkan hilang/berkurangnya penutupan permukaan hutan sehingga areal tersebut kehilangan daya intersepsi. Selain itu hilangnya serasah dapat meningkatnya pukulan air hujan ke permukaan tanah sehingga tanah menjadi kompak dan akibatnya terjadi peningkatan aliran permukaan (run off) dan erosi tanah. Pudjiharta dan Fauzi (1981) menyatakan bahwa ketika tumbuhan bawah dan serasah dari tegakan P. Merkusii, Altingia excelsa, Maesopsis eminii dihilangkan, maka akan meningkatkan aliran permukaan menjadi 6,7 m3ha-1bln-1 yang sebelumnya hanya sekitar 0-0,04 m3ha-1bln-1 .

c      Menurunnya kualitas tanah
Tanah berperan sebagai penyimpan air. Simpanan air tanah biasanya terdapat pada celah-celah kerak bumi, atau pada zone pecahan batuan. Udara dan air terdapat pada rongga-rongga segmen bagian atas, zone aerasi yang mencakup tanah lapisan batuan dibawah yang mengandung air tersuspensi (vadose). Air tanah terdapat pada zona kejenuhan, yang bagian atasnya disebut muka air tanah. Dengan terganggunya sifat-sifat tanah (fisik, kimia dan biologi) akibat kebakaran maka secara tidak langsung akan mempengaruhi fungsi hidrologi, terkait dengan proses infiltrasi dan penyimpanan air tanah. 

sumber: 
De Bano, L.F., D.G.Neary and P.F. Ffolliott. 1998. Fire’s Effects on Ecosystem. and Sons. USA.
Pudjiharta, Ag. dan A.Fauzi. 1981. Beberapa indikator fisik untuk menentukan kebijaksanaan pendahuluan dalam pengelolaan DAS. Proceeding Lokakarya Pengelolaan Terpadu Daerah Aliran Sungai, Jakarta, 26-27 Mei 1981. P 383- 398.
Purbowaseso, B.2004.Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumardi dan Widyastuti SM. 2004. Dasar – Dasar Perlindungan Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sagala, Porkas. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.
Sari Sri Azora Kumala. 2009. Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi dan Hukum Lingkungan Internasional. Medan: USU Repository

1 komentar: