(Berdasarkan kasus dari beberapa media massa)
ANALISIS MASALAH MORTALITAS
A.
Mortalitas
Mortalitas merupakan salah satu dari
tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi, yang dapat mempengaruhi
jumlah dan komposisi umur.
Menurut WHO, mortalitas adaalah suatu
peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen, yang bisa
terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.
Mortalitas
adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena spesifik) pada suatu
populasi, skala besar suatu populasi, per dikali satuan. Mortalitas khusus
mengekspresikan pada jumlah satuan kematian per 1000 individu per tahun hingga
rata-rata mortalitas sebesar 9,5 berarti pada populasi 100.000 terdapat 950
kematian.
Mortalitas terdiri dari kematian dewasa
dan kematian bayi dan balita. Yang paling banyak menjadi perhatian dan sorotan
pemerintah adalah kematian ibu dan kematian bayi. Hal tersebut dikarenakan
angka kematian ibu dan bayi menjadi tolak ukur derajat kesehatan suatu negara.
Data di Indonesia menunjukkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu
461 per 100.000 kelahiran hidup, dan juga Angka Kematian Balita (AKB) yaitu 42
per 1.000 kelahiran hidup. Angka yang cukup tinggi ini disebabkan oleh banyak
hal, diantaranya seperti pada kasus Kesadaran Rendah, Angka Kematian Ibu
Melahirkan Tinggi dan Kematian Ibu dan Bayi Kurang diperhatikan.
B.
Analisis
Mortalitas Per Kasus
1.
Kasus
pertama “Kesadaran Rendah, Angka Kematian Ibu Melahirkan Tinggi”
Pada tahun 2012, angka kematian ibu
melahirkan di Kabupaten Karangnyar
mencapai 127 per 100.000 kelahiran. Jumlah ini masih tergolong tinggi untuk
wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Selama tiga tahun angka kematian di kabupaten
Karanganyar memang fluktuatif namun masih tergolong tinggi. Angka
kematian ibu dan bayi yang tinggi disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak
langsung selama masa kehamilan dan melahirkan ibu. Penyebab langsung ini berhubungan
dengan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa
nifas (post-partum) dan penyebab tidak langsung berhubungan dengan penyakit
yang diderita ibu sejak sebelum kehamilan seperti penyakit jantung, kanker dan
lain sebagainya.
2.
Kasus Kedua “Kematian
Ibu Dan Bayi Kurang Diperhatikan”
Data calon
ibu dan bayi di Kabupaten Kaur tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Akibatnya terjadi keterlambatan dalam penanganan terhadap proses persalinan
ibu. Hal ini terjadi karena kurangnya tenaga medis dan kesadaran masyarakat
yang kurang untuk melaporkan kehamilan.
Begitu juga
dengan kasus kekurangan gizi, tidak adanya data yang valid juga menyebabkan
keterlambatan penanganan.
3.
Kasus Ketiga “Angka
Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi Bisa Diturunkan”
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi
menggalakkan kampanye Keluarga Berencana. Karena merupakan suatu terobosan
untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Untuk mewujudkan
hal itu Menkes meminta Dinkes bekerja sama dengan BKKBN. Target MDG’s tahun
2015 adalah untuk menurunkan angka kematian bayi 23 per 1000 kelahiran hidup
dan angka kematian ibu adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup.
4.
Kasus Keempat “PemKab
Kulon Progo Turunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi”
Dalam
menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan, Pemerintah melakukan berbagai
upaya termasuk dengan penyuluhan dan pelayanan kesehatan serta SDM yang ada. Di
antaranya melalui MPS online serta SMS gateway.
Namun
demikian sebenarnya upaya untuk menekan angka kematian bayi dan ibu melahirkan
harus dilakukan oleh semua, bukan hanya institusi kesehatan saja
Dari keempat kasus diatas
bisa disimpulakan penyebab-penyebab kematian Ibu dan Bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1.
Pendidikan
Angka
Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan para
ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang
pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas
ibu di Indonesia tidak memiliki ijazah SD, yakni sebesar 33,34 persen.
Selanjutnya sebanyak 30,16% ibu hanya memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan
hanya terdapat 16,78% ibu yang berpendidikan setara SMA. Hanya 7,07% ibu yang
berpendidikan perguruan tinggi.
Penyerapan
informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
seorang ibu. Latar pendendidikan formal serta informal akan sangat berpengaruh
pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai dari segi pikiran, perasaan maupun
tindakannya.
Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi calon ayah
dan calon ibu akan mampu merncanakan kehamilan dangan baik sehingga bisa
terhindar dari 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun),
terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2
tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali). Seperti pada kasus “Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi Bisa
Diturunkan”.
Dalam penanganan kehamilan dan persalinan pun
pendidikan akan sangat penting agar bisa terhindar dari faktor risiko 3 Terlambat
yaitu terlambat mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/
transportasi dan terlambat menangani dan
Semakin
tinggi tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan semakin tinggi pula kesadaran mereka terhadap proses pra
kehamilan dan pasca kehamilannya, sehingga untuk menjaga agar dirinya sehat
dalam masa kehamilan maka ibu tersebut pasti akan melaporkan dan memeriksakan dirinya
kepada tenaga medis yang ahli dibidangnya. Dan sebaliknya, jika pendidikan
seorang ibu rendah seperti yang banyak terjadi di Indonesia, maka kesehatannya
selama masa kehamilan tidak begitu diperhatikan. Oleh sebab itu banyak terjadi
kematian pada ibu melahirkan yang disebabkan kesadaran akan kesehatan yang
rendah.
2.
Lingkungan
Lingkungan
juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi KIA. Banyak aspek yang
mempengaruhi KIA yang dapat dilihat dalam suatu lingkungan. Dalam hubungannya
dengan meningkatnya kasus kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas), lingkungan
yang dibahas adalah aspek geografis. Kondisi geografis suatu lingkungan
mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan itu sendiri. Kondisi
lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana
transportasi tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan
untuk menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di
lingkungan tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana
kesehatan, dan banyak ibu yang mengalami kesulitan selama masa kehamilan,
melahirkan dan juga nifas, sehingga angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan
nifas) akan terus bertambah besar.
3.
Ekonomi
Kondisi
keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu (hamil, melahirkan dan
nifas) untuk memperoleh fasilitas
kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu, mereka cenderung tidak memeriksakan
kesehatan dirinya pra kehamilan hingga pasca kehamilan. Akibatnya, banyak ibu
yang meniggal saat melahirkan karena penyakit yang baru diketahui ketika akan
melahirkan.
4.
Minimnya
Tenaga Medis
Salah
satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan
menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun
2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh
tenaga medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi
73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan
negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Dengan cukupnya tenaga medis diharapkan persoalan
berupa kevalidan data dan kasus yang tidak tersentuh dapat dikurangi sehingga
dapat mengurangi angka AKI.
5.
Adat
Istiadat
Pada kasus
kematian ibu akibat perdarahan faktor budaya yang berpengaruh terhadap
tingginya angka kematian ibu adalah kecenderungan bagi ibu di perdesaan dan
keluarga miskin untuk melahirkan dengan bantuan dukun beranak, bukan dengan
bantuan petugas medis yang telah disediakan. Ada pula tradisi suku tertentu
yang mengharuskan ibu nifas ditempatkan dalam suatu tempat yang dapat dikatakan
kurang higienis
Masalah
tingginya angka kematian ibu dan bayi dapat ditanggulangi dengan berbagai cara
yaitu:
1.
Menggalakkan
kampanye KB
Dengan
mengkampanyekan KB dan "Dua Anak Cukup", maka kesehatan ibu hamil dan
melahirkan akan menjadi lebih baik sehingga bisa meminimalisasi faktor
"empat terlalu" yang menjadi penyebab terbanyak AKI dan AKB.
2.
Penyuluhan
Penyuluhan
ini dilakukan oleh institusi kesehatan dengan cara sms gateway dan MPS Online.
Dengan adanya upaya penyuluhan ini diharapkan kesadaran ibu hamil akan
kesehatan dan keselamatan dirinya dan bayinya dapat ditingkatkan.
3.
Perbaikan
layanan kesehatan dan infrastruktur
Perbaikan
layanan kesehatan ini berkaitan dengan pengadaan peralatan medis yang memadai serta
lebih diutamakan kepada administrasi layanan kesehatan itu sendiri. Perbaikan
ini bertujuan agar masyarakat mau memeriksakan kesehatan pada layanan kesehatan
yang ada tanpa terbelit dengan proses administrasi yang lama dan panjang serta
peralatan medis lain yang kurang memadai.
Perbaikan
infrastruktur yang akan menunjang akses kepada pelayanan kesehatan seperti
transportasi, ketersediaan listrik, ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta
pendidikan dan pemberdayaan masyarakat utamanya terkait kesehatan ibu dan anak
yang menjadi tanggung jawab sektor lain memiliki peran sangat besar untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
4.
Meningkatkan
Jumlah Tenaga Medis
Meningkatkan
jumlah tenaga medis di sini diutamakan pada desa-desa terpencil yang aksesnya
sulit menuju tempat pemeriksaan kesehatan dan sebagainya. Adanya bidan masuk
desa merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jumlah tenaga medis di daerah
terpencil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar