(Berdasarkan kasus pada beberapa media massa)
ANALISIS MASALAH
FERTILITAS
Fertilitas (kelahiran) sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari
rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda kehidupan misalnya bernafas,
berteriak, jantung berdenyut dan sebagainya.
Indonesia saat ini memiliki angka fertilitas yang tergolong
tinggi, yakni mencapai 4,5 juta bayi per tahun. Kondisi
seperti ini dianggap tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi. Hal ini
diperkuat dengan kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga
diposisikan sebagai beban pembangunan daripada
modal pembangunan.
Dalam perspektif yang lebih luas, persoalan fertilitas tidak
hanya berhubungan dengan jumlah anak sebab aspek yang terkait di dalamnya
sangat kompleks dan variatif misalnya menyangkut isu kesehatan reproduksi. Isu
kesehatan reproduksi menyangkut banyak hal seperti kehamilan tak dikehendaki,
aborsi, jumlah anak, proses melahirkan yang sehat dan kesehatan ibu dan bayi.
Pada umumnya kasus kehamilan yang tidak dikehendaki terjadi
pada ibu yang berstatus sosial ekonomi rendah. Ini akan menimbulkan masalah
tersendiri yang cukup rumit seperti proses kehamilan, proses persalinan ibu,
ketercukupan gizi ibu dan anak dan lain sebagainya. Sementara itu, kasus
kehamilan yang tidak dikehendaki tidak hanya terbatas terjadi pada perempuan
dengan status menikah, tetapi juga perempuan yang tidak menikah. Untuk kasus
terakhir ini besar kemungkinan menghasilkan kasus aborsi. Hal ini akan menambah
persoalan aborsi yang pada dasarnya sudah sangat serius di Indonesia.
Aborsi merupakan problem yang serius karena di satu pihak
aborsi adalah illegal, tetapi di pihak lain permintaan terhadap aborsi
cenderung meningkat. Akibatnya, banyak aborsi dilakukan secara illegal di
tempat-tempat yang (mungkin) mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan ibu
dan anak. Bayi yang dilahirkan dari kehamilan yang tidak dikehendaki akan
mengalami masalah psikologis dalam perkembangannya, dan hal itu tidak hanya
menjadi tanggung jawab keluarga/orang tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh
lapisan masyarakat dan pemerintah.
Kasus pertama, jumlah remaja
melahirkan kian banyak disebutkan karena penyebab rata-rata usia nikah pertama
perempuan yang masih rendah. Jumlah remaja yang melahirkan kian membuat angka
kelahiran total atau TFR meningkat. Selain itu juga disebutkan bahwa fertilitas
kelompok remaja meningkat, namun tingkat pemakaian KB hanya sedikit mengalami
peningkatan. Dari kasus
dan keterangan diatas, dapat dianalisis bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi masalah fertilitas di Indonesia, diantaranya
faktor pendidikan, ekonomi, dan lingkungan.
1.
Pendidikan
Pendidikan berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya fertilitas karena akan mempengaruhi pola pikir dan orientasi karir
seseorang. Orang yang memiliki status pendidikan yang tinggi pada umumnya akan
menunda pernikahannya karena lebih berorientasi pada pendidikannya dan
pekerjaan yang layak. Selain itu pendidikan juga berpengaruh terhadap
pengetahuan mengenai usia yang tepat untuk merencanakan kehamilan serta
mengenai pentingnya ber-KB. Sebaliknya jika seseorang kurang memiliki tingkat pendidikan
tinggi, besar kemungkinan ia akan cenderung untuk memilih menikah di usia dini.
Hal ini akan memperbesar peluang banyaknya bayi yang lahir dalam satu keluarga
serta menjadi alasan mengapa jumlah remaja yang melahirkan kian banyak.
2.
Ekonomi
Ekonomi menjadi penyebab timbulnya berbagai
masalah mengingat Indonesia masih tergolong negara berkembang dan tingkat
perekonomian masyarakat yang masih buruk. Ekonomi mempengaruhi fertilitas karena
apabila seseorang memiliki tingkat perekonomian buruk, segala aspek kebutuhannya
seperti kebutuhan pokok dan pendidikan akan cenderung kurang mendapat perhatian.
Dengan kurangnya pendidikan, seseorang akan cenderung menikah muda seperti faktor
pendidikan di atas. Selain itu, ekonomi akan mempengaruhi pola pikir remaja
yang memiliki kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang
menjadi peluang semakin besarnya minat maupun paksaan remaja untuk menikah
dini.
3.
Lingkungan
Lingkungan juga merupakan faktor pengaruh
makin banyaknya jumlah remaja yang melahirkan. Kurangnya perhatian keluarga,
khususnya orangtua merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam
masyarakat Indonesia. Kurangnya pengawasan menyebabkan timbulnya keinginan
remaja untuk mencari jati dari dan perhatian dengan cara melakukan penyimpangan
sosial yang bersumber dari salahnya pergaulan.
Kasus kedua, disebutkan bahwa meskipun
sudah adanya jaminan persalinan dan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu
(SPGDT), namun masih terdapat 40 persen persalinan yang terjadi di rumah. Hal
ini disebabkan karena sulitnya akses ke daerah terpencil, minimnya komunikasi
dengan pihak rumah sakit dan keterlambatan mengambil keputusan (bagi suami).
Jika ditinjau lebih jauh, kasus ini dipengaruhi oleh faktor pendidikan, ekonomi,
dan pelayanan kesehatan.
1.
Pendidikan
Peran pendidikan dalam masalah ini
terletak pada pengetahuan suami mengenai kesehatan reproduksi. Apabila pengetahuan
suami mengenai kesehatan reproduksi baik, maka besar kemungkinan ia akan
mengupayakan pelayanan terbaik untuk istrinya selama masa kehamilan maupun
menjelang kelahiran. Namun, yang banyak terjadi di Indonesia adalah minimnya
pengetahuan suami terhadap kesehatan reproduksi dan pelayanan kesehatan istri
selama masa kehamilan maupun menjelang kelahiran. Rata-rata wanita Indonesia kebanyakan
masih bergantung pada suami dalam mengambil keputusan. Tidak menjadi masalah
apabila suami dapat mengambil keputusan yang tepat mengenai rencana persalinan
istrinya, namun yang menjadi masalah adalah apabila suami memiliki anggapan
yang kurang benar bahwa melahirkan di rumah jauh lebih aman daripada di
pelayanan kesehatan. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab banyaknya ibu
yang memilih melahirkan di rumah.
2.
Ekonomi
Hal yang paling umum dalam kasus
kesehatan dan fertilitas di Indonesia adalah ekonomi. Faktor ekonomi
berpengaruh terhadap kemampuan dalam mengupayakan pelayanan kesehatan terbaik
untuk ibu selama masa kehamilan dan persalinan. Pada umumnya, suami tidak akan
mempermasalahkan apabila istrinya melahirkan di rumah dengan alasan
keterbatasan biaya. Namun di sisi lain, walaupun sudah tersedia layanan
jampersal di Indonesia, banyaknya permasalahan di bidang pelayanan kesehatan
maupun berbelitnya prosedur yang harus dilaksanakan membuat bantuan pemerintah
ini tidak begitu diindahkan oleh masyarakat.
3.
Pelayanan Kesehatan
Pada kasus masih banyaknya ibu yang melahirkan
di rumah ini, dijelaskan bahwa sistem penanggulangan gawat darurat terpadu
(SPGDT) masih sulit menjangkau daerah terpencil dan minimnya komunikasi dengan
pihak rumah sakit menjadi penyebab masih banyak ibu yang melahirkan di rumah.
SPGDT yang sulit menjangkau daerah
terpencil sebenarnya bisa diatasi jika pemerintah dan pihak swasta bekerja sama
dalam membangun infrastruktur dan akses sehingga SPGDT bisa berjalan baik.
Selain itu, program SPGDT ini juga masih dipengaruhi cara pelayanan di rumah sakit
terkait. Saat ini banyak rumah sakit yang lebih mengutamakan pelayanan pada pasien
dengan ekonomi cukup. Permasalahan inilah yang membuat masyarakat enggan
memanfaatkan SPGDT.
Kasus ketiga, terdapat keterangan bahwa angka fertilitas di Sulawesi Selatan
masih tinggi. Hal ini terjadi karena pengaruh beberapa faktor seperti faktor
pendidikan kesehatan, lingkungan dan adat istiadat.
1.
Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan memegang peranan
penting dalam keadaan masyarakat. Apabila kesadaran dalam memahami pentingnya
pendidikan kesehatan dalam masyarakat tinggi, pada umumnya mereka akan
memprioritaskan penggunaan alat kontrasepsi. Namun dalam praktiknya di Sulawesi
Selatan, masyarakat cenderung kurang memiliki pemahaman dalam kesehatan
reproduksi. Padahal program kotrasepsi merupakan salah satu faktor yang mampu
menekan angka kelahiran. Inilah penyebab tingginya angka kelahiran di Sulawesi
Selatan.
2.
Adat Istiadat
Dalam wilayah tertentu, masih berkembang
asumsi bahwa gender tertentu lebih tinggi dari gender lainnya. Jika asumsi ini
masih terdapat dalam masyarakat, besar kemungkinan suatu keluarga tidak
memiliki keinginan dalam memiliki anak dalam jumlah tertentu melainkan hanya
mempertimbangkan kepuasan jika sudah memiliki keturunan sesuai dengan gender
yang diunggulkan dalam wilayah tersebut.
3.
Lingkungan
Lingkungan juga akan berpengaruh pada
jumlah anak yang dimiliki oleh sebuah keluarga, karena kebiasaan orang
Indonesia selalu akan menanyakan jumlah anak yang dimiliki oleh sebuah keluarga
dan jika keluarga itu hanya punya satu anak, para tetangga maupun akan
menyarankan agar keluarga tersebut memiliki seorang anak lagi dengan berbagai
alasan.
Selain itu, pengaruh lingkungan yang
juga berperan dalam perkembangan perilaku seseorang khususnya remaja sehingga
banyaknya penyimpangan perilaku seperti seks bebas juga menyebabkan angka
fertilitas tinggi. Karena dengan umur mereka yang masih remaja kemungkinan
mereka memiliki anak lebih dari 2 orang lebih besar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ketiga kasus fertilitas yang terjadi
tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama
lainnya seperti faktor pendidikan, ekonomi, adat istiadat, lingkungan dan layanan
kesehatan.
Beberapa masalah fertilitas tersebut harus ditanggulangi dengan
cepat karena dampak negatifnya sangat besar terhadap Indonesia yaitu besarnya
peluang kematian ibu dan bayi. Seperti kasus remaja yang melahirkan kian
banyak, kasus ini dapat menyebabkan kematian ibu karena belum cukup umur untuk
hamil dan melahirkan. Kasus ibu yang melahirkan di rumah juga sama besar
resikonya dengan melahirkan di usia dini karena ditakutkan kuragnnya penanganan
medis apabila terjadi.
Masalah fertilitas ini dapat ditanggulangi dengan melakukan
perbaikan pada faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya:
1.
Pendidikan
Dalam hal pendidikan, beberapa cara yang dapat ditanggulangi
adalah dengan cara meningkatkan pembangunan pendidikan, baik dari segi tenaga
pengajar dan alat pendukungnya serta akses untuk pendidikan itu sendiri. Langkah
selanjutnya adalah meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya memberikan
pendidikan setinggi-tingginya untuk anak. Hal ini juga membutuhkan adanya
lembaga yang membantu pemerintah dalam peningkatan mutu pendidikan, menjalin
kerja sama untuk memperoleh dana pendidikan dan menggalang dukungan untuk
pendidikan yang lebih baik. Dengan ketersediaan fasilitas serta mutu pendidikan
yang baik, serta kesadaran orang tua terhadap anak, diharapkan masalah
fertilitas di Indonesia lebih diminimalisir keberadaannya.
2.
Ekonomi
Masalah ekonomi ini sebenarnya dapat teratasi tergantung pada
individu masing-masing. Jika softskill dan pendidikan seseorang itu baik maka akan
mudah mendapat pekerjaan yang layak dan ekonomi akan menjadi baik. Pemerintah
juga berperan dalam penyediaan lapangan pekerjaan serta memfasilitasi wirausaha
muda yang mulai merintis usahanya agar dapat memperkecil angka pengangguran di
Indonesia sehingga derajat kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
3.
Adat Istiadat
Asumsi masyrakat mengenai banyak anak banyak rezeki serta gender
tertentu lebih tinggi derajatnya dapat diatasi dengan sosialisasi mengenai
fakta bahwa memiliki banyak anak justru akan membutuhkan banyak biaya bahkan
dalam kondisi tertentu dapat membahayakan kesehatan reproduksi ibu.
4.
Lingkungan
Lingkungan tidak bisa sepenuhnya diubah, karena semua tergantung
pada individu itu sendiri mengenai bagaimana menyikapi pengaruh lingkungan.
Jika pengaruh itu baik untuk dirinya maka pengaruh itu boleh saja diterima, namun
sebaliknya jika hal itu tidak memberikan kontribusi positif pada kehidupan,
maka ada baiknyapengaruh tersebut ditolak dengan tetap memberikan alasan logis dan
cara yang baik.
5.
Layanan Kesehatan
Bidang layanan kesehatan yang masih perlu mendapat perhatian
khusus adalah keseriusan pemerintah terhadap pelayanan kesehatan. Kenyataannya
perhatian pemerintah terhadap pelayanan kesehatan masih sangat kurang. Hal
tersebutdapat dilihat dari alokasi anggaran untuk Departemen Kesehatan dari
tahun ke tahun yang sangat rendah, yakni kurang dari 5% dari total APBN. Pada tahun
1997/1998, alokasi anggaran untuk Departemen Kesehatan adalah 4,7% dari APBN
dan hal ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yanghanya
3,6%. Sementara itu di negara-negara yang sudah maju, alokasi anggaran untuk kesehatan
mencapai 6% - 15%. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan alokasi anggaran
untuk kesehatan yang ideal adalah sekurang-kurangnya 6% dari anggaran belanja
negara (APBN).
Jika
anggaran untuk kesehatan sudah mencukupi, pastilah kualitas layanan kesehatan akan
meningkat. Selain itu pemerintah seharusnya lebih meningkatkan kualitas para
pemberi pelayanan kesehatan, agar dapat melayani masyarakat dengan baik.
SUMBER
Mantra Ida Bagoes. 2003. Demografi
Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Juanita. 2002. Peran
Asuransi Kesehatan dalam Bencmarking Rumah Sakit dalam Menghadapi Krisis
Ekonomi. Universitas Sumatera Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar