1.
Dampak
Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi
a. Hilangnya
sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan.
Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya
dari hasil hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari
kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis
juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan
bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil
hutan tersebut seperti rotan, karet dan sebagainya.
b. Terganggunya
aktivitas sehari-hari
Adanya gangguan asap secara otomatis juga mengganggu
aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari. Misalnya pada pagi hari sebagian
orang tidak dapat melaksanakan aktivitasnya karena sulitnya sinar matahari
menembus udara yang penuh dengan asap. Demikian pula terhadap banyak aktivitas
yang menuntut manusia untuk berada di luar ruangan. Adanya gangguan asap akan
mengurangi intensitas dirinya untuk berada di luar ruangan. Ketebalan asap juga
memaksa orang menggunakan masker yang tidak sedikit banyak mengganggu
aktivitasnya sehari-hari.
c. Peningkatan
jumlah hama
Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila keberadaan dan
aktivitasnya mengganggu proses produksi manusia. Bila tidak mencampuri urusan
produksi manusia maka ia akan tetap menjadi spesies sebagaimana spesies yang
lain.
Spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini
berada di hutan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai
kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai
ekosistem tersebut, dan dalam beberapa kasus spesies tersebut masuk dalam
komunitas manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan merusak proses
produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya.
d. Terganggunya
kesehatan
Di tinjau dari sudut kesehatan, asap biomassa yang keluar
akibat kebakaran hutan mengandung berbagai komponen yang berbahaya. Komponen
ini terdiri dari gas maupun partikel-partikel. Komponen gas yang besar peranannya
mengganggu kesehatan adalah Karbon monoksida dan Aldehid. Selain itu, tercatat
akibat merugikan dari ozon, Nitrogen oksida, Karbon dioksida, dan Hidrokarbon.
Dalam kebakaran hutan, berbagai jenis zat dapat terbang jauh, dan dalam
transportasi ini dikonversikan menjadi gas lain seperti ozon, atau berubah
menjadi partikel seperti Spesies nitrat dan Oksigen organik.
Merujuk pada penelitian Braner dalam Health Impacts of Biomass Air Pollution, komponen polutan utama
biomassa adalah jenis bahan gas Inorganik (contoh, Karbon monoksida (CO), Ozon,
Nitrogen dioksida (NO2)), Hidrokarbon (contoh, Benzen dan Toluen),
Aldehid (contoh Akrolein dan Formaldehid), Partikel (contoh partikel
“inhalable” (PM 10), partikel respirabel, partikel halus (PM 2,5)), dan Polisiklik
Aromatik Hidrokarbon atau PAH (contoh Benzo (a)pyrene).
Kesemuanya itu bersumber dari pembakaran tidak lengkap bahan
organik, oksidasi dalam temperatur tinggi dari nitrogen udara produk sekunder
nitrogen oksida dan hidrokarbon, kondensasi pembakaran gas, pergerakan vegetasi
dan fregmentasi asap. Partikulat dalam asap kebakaran hutan punya peranan
penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Partikulat berukuran
kecillah yang sebenarnya paling berpotensi besar mengancam kesehatan, yaitu PM
10, PM 2,5, PM 1,0 atau Total Suspended
Particulate (TSP). Mengingat kebakaran hutan ini berlangsung lama, maka
dapat diperkirakan, betapa banyak komponen polutan utama biomassa yang dihirup
oleh manusia.
Secara umum, asap akibat kebakaran hutan telah meningkatkan
kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di daerah yang tingkat pencemaran
udaranya tinggi. Sebagai gambaran di Kalimantan dan Sumatera nilai ISPU
rata-rata melebihi 300 padahal batas normalnya di bawah 100 sehingga dampak
kesehatannya begitu terasa, terutama mereka yang rentan seperti anak-anak, para
manula dan mereka yang aktif diluar ruangan.
Data dari Pusat Penanggulan Masalah Kesehatan Departemen
Kesehatan membuktikannya. Akibat adanya kabut asap, jumlah kasus ISPA di
Pontianak meningkat dari 1.286 kasus pada akhir Agustus 2006 menjadi 1.928
kasus pada awal September 2006.
Data yang sama juga menyebutkan bahwa di Kalimantan Timur
jumlah kasus mingguan ISPA antara 1.500 kasus hingga 2.000 kasus, lebih tinggi
dari kisaran normal yang banyaknya antara 1.000 kasus hingga 1.500 kasus.
Beberapa Dinas Kesehatan di Sumatera dan Kalimantan juga melaporkan bahwa
masyarakat di wilayahnya mulai mengalami gangguan penyakit ISPA, pneunomia, dan
sakit mata.
e. Produktivitas
menurun
Di wilayah Kalimantan Barat, asap tebal sudah mulai mengancam
sektor pertanian. Tebalnya kabut asap dikhawatirkan yang berlangsung secara
terus-menerus dapat mengganggu produktivitas tanaman padi dan jagung. Dua jenis
tanaman ini paling rentan. Kalau cuaca sampai tertutup asap sehingga tanaman
tidak mendapat sinar matahari dalam jangka waktu lama, produksinya dapat
menurun. Pada saat tanaman akan berfotosintesis tentu memerlukan sinar matahari
yang cukup. Karena kabut yang tebal menyebabkan sinar matahari terhambat untuk
menyinari bumi sehingga produksi terhambat.
2.
Dampak
Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan
a. Hilangnya
sejumlah spesies
Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan berjenis-jenis pohon
namun juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa lainnya. Umumnya satwa
yang ikut musnah akibat terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar karena
api telah mengepung dari segala penjuru. Belum ada penelitian yang mendalam
seberapa banyak spesies yang ikut terbakar dalam kebakaran hutan di Indonesia.
b. Ancaman
erosi
Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi
kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit
dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya
tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak
dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul
bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar.
Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan.
Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di
dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan
laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun
dan ketika run off terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar sebagai
pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada
akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor.
c. Perubahan
fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan
Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak
fungsi. Sebagai catchment area,
penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang
lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut
terbakar fungsi catchment area tersebut
juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang di
udara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat terserap dengan
baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut.
Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukkan menjadi
lahan-lahan perkebunan dan kalaupun tidak maka ia akan menjadi padang ilalang
yang akan membutuhkan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula.
d. Penurunan
kualitas air
Kebakaran hutan memang tidak secara signifikan menyebabkan
perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor
erosi yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki
penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang
ada di atasnya untuk masuk kedalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah
sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini terus berulang apabila ada hujan di atas
gunung atupun di hulu sungai sana.
e. Terganggunya
ekosistem terumbu karang
Terganggunya ekosistem terumbu karang lebih disebabkan faktor
asap. Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan.
Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies lainnya
menjadi sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa.
f. Menurunnya
devisa negara
Turunnya produktivitas secara otomatis mempengaruhi
perekonomian mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara.
g. Segementasi
di aliran sungai
Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan
di bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan
akibat erosi yang terus menerus.
h. Pemanasan
global
Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi akhir-akhir ini
dipandang sebagai sebuah malapetaka yang tidak hanya bersifat nasional saja
akan tetapi sudah bersifat regional bahkan global karena asap yang berasal dari
kebakaran hutan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi Gas Rumah Kaca di
atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca secara global yang
berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal
dengan pemanasan global. Pemanasan global ini pada akhirnya membawa dampak
terjadinya perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di bumi.
Pemanasan global sangat erat kaitannya dengan iklim yang
menjadi panas secara perlahan tapi pasti dalam jangka waktu yang cukup panjang
yang akan merubah dunia umat manusia menjadi suatu daerah yang terlalu panas
untuk didiami atau untuk suatu kehidupan. Dalam kaitan tersebut, terkaitlah
peran serta dari suatu fenomena alam yang disebut dengan efek rumah kaca.
Secara
alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan kembali
oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu
akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi, sehingga sinar
tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan Efek Rumah Kaca
dan gas-gas yang berfungsi menyerap energi panas matahari itu disebut denga Gas
Rumah Kaca. Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak
ditempati manusia, karena jika tidak ada efek rumah kaca maka suhu permukaan
bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin.
Gas rumah kaca yang berfungsi sebagai perangkap energi panas
matahari tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi juga
dapat timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah
uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan
sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua yang timbul dari berbagai
proses alami seperti letusan vulkanik, pernapasan hewan dan manusia (yang
menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida), dan pembakaran material
organik (seperti tumbuhan).
Pembakaran dapat berkurang karena terserap lautan dan diserap
tanaman untuk dipergunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah
karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom
karbonnya. Selain uap air dan karbondioksida, gas rumah kaca lainnya yaitu CH4
(metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS
(hidrofluorokarbon), dan SF6 (sulfurheksaflourida).
Sedangkan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia antara lain
kegiatan manusia yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak,
gas, batubara) seperti pada pembangkit tenaga listrik, transportasi, kegiatan
perindustrian, air conditioner, komputer, memasak. Selain itu tugas rumah kaca
juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas
pertanian dan pertenakan.
Ironisnya, perubahan komposisi gas rumah kaca diatmosfer
lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia salah satu contohnya pembakaran
hutan secara luas sehingga meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca secara
global yang berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi atau
pemanasan global.
Perubahan iklim yang terjadi akibat dari pemanasan global
akan membawa dampak pada lingkungan dan kehidupan di bumi. Para ilmuwan
menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi dan sirkulasi
atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para
ilmuwan telah membuat beberapa perkiraan mengenai dampak pemanasan global
terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan
dan tumbuhan serta kesehatan manusia.
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global,
daerah bagian utara dari belahan Bumi Utara. Akibatnya, gunung-gunung es akan
mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di
perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan
mungkin tidak akan mengalaminya lagi. pada pegunungan di daerah sub tropis,
bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair.
Musim tanaman akan lebih panjang di beberapa area.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga
akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi
permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama
sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air laut. Tinggi muka laut di
seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm (4-10 inchi) selama abad ke-20, dan para
ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4-35 inchi).
Lapisan ozon merupakan tameng yang melindungi bumi dari
radiasi sinar ultraviolet yang merusak. Penipisan lapisan ozon dapat
meningkatkan berbagai penyakit infeksi seperti menurunnya kekebalan tubuh,
kanker kulit, katarak mata dan juga kerusakan pada lingkungan hidup. Kerusakan
itu, mulai dari putusnya rantai makanan pada ekosistem akuatik di laut.
Menipisnya lapisan ozon diketahui pada pertengahan 1980-an. Penipisan lapisan
ozon disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia sebagai perusak lapisan ozon
dan gas karbondioksida yang dapat berasal dari hasil proses pembakaran seperti
kendaraan, pabrik dan kebakaran hutan.
Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan
menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya
tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin
akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya
masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa
bagian afrika mungkin tidak dapat tumbuh.
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit
menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai
manusia. dalam pemanasan global hewan cenderung untuk bermigrasi kearah kutub
atau keatas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari
daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat.
Dunia yang hangat ini, para ilmuan memprediksi bahwa lebih
banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah
penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang
diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas
karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi
mereka. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebr seperti malaria,
demam, dengue, demam kuning dan encephalitis.
Dengan demikian, kebakaran hutan yang secara luas menyebabkan
pemanasan global dan meningkatnya suhu bumi merupakan ancaman yang sangat
serius bagi keselamatan lingkungan hidup dan kehidupan manusia. Salah satu
dampak dari pemanasan global ini adalah penipisan lapisan ozon. Dimana lapisan
ozon ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam melindungi bumi dari radiasi
sinar ultra violet yang dipancarkan oleh matahari. Rusaknya lapisan ozon ini
mengakibatkan kerusakan-kerusakan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan peternakan
disamping dapat menganggu kesehatan manusia serta dampak negatif lainnya yang
sangat mengancam segala kehidupan di muka bumi ini.
3.
Dampak
terhadap Perhubungan dan Pariwisata
Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya
transportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada
saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda
atau dibatalkan. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak bisa turun di
satu tempat karena tebalnya asap yang melingkungi tempat tersebut. Sudah tentu
hal ini akan mengganggu bisnis pariwisata karena keengganan orang untuk berada
di tempat yang dipenuhi asap. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau
dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan
hilangnya nyawa dan harta benda.
Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan
atau pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air
memang tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup
besar membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia
berupa asap tersebut telah melintasi batas neara terutama Singapura, Brunai
Darussalam, Malaysia dan Thailand.
4. Dampak
Kebakaran Hutan Terhadap Hidrologi
Kejadian kebakaran hutan telah menimbulkan dampak
dalam berbagai aspek baik ekologi, ekonomi, sosial, dan politik. Salah satu
poin yang terkait dengan aspek ekologi sebagai dampak terganggunya hutan akibat
kebakaran adalah terganggunya fungsi hidrologi hutan, dimana hutan mempunyai
peranan penting terkait fungsi hidrologi seperti meningkatkan curah hujan, aliran
sungai, mengatur fluktuasi aliran sungai – meningkatkan aliran rendah musim
kemarau, mengurangi erosi, mengurangi banjir, meningkatkan mutu pasokan air.
Dampak kebakaran terhadap fungsi hidrologi ini terkait dengan hilangnya
vegetasi, serasah, mikroorganisme dan rusaknya struktur tanah yang akan mempengaruhi
proses-proses yang terjadi dalam siklus hidrologi seperti intersepsi,
evapotranspirasi, infiltrasi, aliran permukaan (run off) dan simpanan air dalam tanah, meski demikian pengaruh
kebakaran terhadap proses-proses tersebut tentu saja dipengaruhi oleh
intensitas dan tingkat kebakaran yang terjadi.
Adapun dampak-dampak terjadinya kebakaran terhadap
fungsi hidrologi tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Akibat
rusak dan/atau hilangnya vegetasi
Vegetasi merupakan pensuplai bahan bakar terhadap suatu
kejadian kebakaran lahan dan hutan sehingga dampak kebakaran terhadap vegetasi
ini jelas terlihat yaitu hilangnya vegetasi karena habis terbakar ataupun
mengalami kerusakan akibat sebagian dari pohon atau vegetasi tersebut hangus
terbakar. Dalam siklus hidrologi, vegetasi khususnya vegetasi hutan (pohon)
sangat memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi. Dengan
adanya vegetasi pada suatu areal, menyebabkan air hujan yang tercurah semuanya
tidak langsung jatuh kepermukaan bumi atau tanah namun sebagian terhambat oleh
vegetasi sebelum mencapai tanah. Peristiwa ini disebut intersepsi. Intersepsi
memiliki 3 macam, yaitu interception
loss, through fall, dan stem flow. Interception
loss adalah air yang jatuh ke vegetasi tetapi belum sampai mencapi tanah
sudah menguap. Through fall adalah air
hujan yang tidak langsung jatuh ke bumi, tetapi terhambat oleh dedaunan
terlebih dahulu.
Stem flow adalah
air hujan yang jatuh ke vegetasi dan mengalir melalui batang vegetasi tersebut.
Air hujan yang terhambat vegetasi ada juga yang kemudian jatuh ke permukaan
tanah (through fall). Air yang jatuh
di permukaan sebagian ada yang mengalami infiltrasi atau diserap oleh tanah.
Kapasitas infiltrasi tergantung dari tekstur tanah, vegetasi, lengas tanah, kemiringan
lereng, dan waktu. Air tersebut memasuki celah-celah batuan yang renggang di
dalam bumi atau mengalami perkolasi untuk mengisi persediaan air tanah. Air
tanah dapat muncul ke permukaan tanah karena air memiliki kapilaritas yang
tinggi. Dalam air tanah ada zona aquifer (zona penahan air) yaitu menyediakan
simpanan air yang besar yang mengatur siklus hidrologi dan berpengaruh pada
aliran air. Air tanah juga dapat menyuplai debit air sungai apabila jalur air
tanah terputus oleh jalur sungai. Air tanah dapat berkurang apabila digunakan
manusia untuk keperluan sehari-hari. Air hasil through fall mengalir di permukaan dan berkumpul di suatu tempat
menjadi suatu run off seperti sungai, danau, dan bendungan apabila
kapasitas lengas tanah sudah maksimal yaitu tidak dapat menyerap air lagi.
Dalam lengas tanah, aerasi yaitu zona transisi dimana air didistribusikan ke
bawah (infiltrasi) atau keatas (air kapiler). Semakin besar infiltrasi, tanah
akan semakin lembab dan setiap tanah memiliki perbedaan kapasitas penyimpanan
dan pori yang berbeda-beda. Dari uraian di atas jelaslah terlihat peranan hutan
(vegetasi) terhadap siklus hidrologi. Pengaruh kebakaran dimulai dari matinya
atau rusaknya pohon ataupun vegetasi penutup lainnya, akibatnya akan mengurangi
intersepsi kanopi. Hilangnya pohon dan serasah akibat musnah terbakar
menyebabkan permukaan tanah menjadi lebih terbuka sehingga meningkatkan
rata-rata evaporasi tanah, dan lebih banyaknya air hujan jatuh langsung ke
tanah terbuka (Wagenbrenner 2003 dalam Omi, 2005). Hal ini mengurangi
infiltrasi (DeBano et al, 1998) membuat tanah lebih mudah tererosi dan
meningkatkan overlands flows. Pada
hutan konifer dan chaparral, kebakaran dengan intensitas yang tinggi
menyebabkan lapisan yang hidrophobik (atau kedap air) meningkat dibawah
permukaan tanah, sehingga mengurangi infiltrasi dan menyebabkan perpindahan
lapisan tanah atau erosi (DeBano,1981
dalam Omi, 2005)
Kebakaran yang diikuti hujan badai dapat menyebabkan
kerusakan yang parah, menyebabkan banjir dan penimbunan tanah pada sungai.
Tingkat kebakaran yang tinggi lebih mengancam kualitas air dibandingkan tingkat
kebakaran yang rendah (MacDonald and Stednick dalam Omi, 2005). Adanya aliran
sedimen mengurangi kualitas air minum. Area yang terbakar secara luas mempengaruhi
(memfasilitasi) terjadinya badai yang kuat, sehingga menyebabkan peningkatan run off dan erosi. Wagenbrenner 2003 dalam Omi (2005) menyatakan
bahwa kebakaran dapat meningkatkan jumlah air aliran permukaan dan erosi. Efek
dari kebakaran terhadap aliran permukaan dan erosi tanah sangat besar
tergantung pada tingkat kekerasan kebakaran dan juga kanopi vegetasi dan sifat
fisik tanah, protective duff dan
lapisan serasah pada lapisan atas tanah (MacDonald and Stednick 2003 dalam Omi
2005). Rata-rata erosi dari hutan yang tidak terganggu umumnya tetap rendah.
Kebakaran meningkatkan jumlah runoff dan erosi karena terganggunya dan
hilangnya vegetasi penutup. Sebagai tanaman mati, sistem akar dan batangnya
tidak lama tersedia untuk menjaga kestabilan perpindahan tanah (erosi). Jenis
dan macam vegetasi dan kondisi pertumbuhannya berpengaruh pada banyaknya air
intersepsi dan banyaknya air yang sampai ke permukaan tanah. Selain itu
vegetasi juga berpengaruh pada porositas tanah dan hambatan terhadap kecepatan
aliran air permukaan, baik oleh serasah dan akar-akar tanaman yang muncul di
permukaan tanah.
Vegetasi juga berperan pada pengurangan kandungan air tanah
melalui proses transpirasi sehingga memperbesar kapasitas tanah menyerap air
sebelum terjadinya hujan. Vegetasi mengalami transpirasi yaitu penguapan air
dari tubuh tanaman. Hilangnya vegetasi mengurangi jumlah transpirasi.
b) Hilang
dan/ atau berkurangnya serasah penutup lantai hutan
Serasah adalah tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan
berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan. Serasah yang telah
membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus, dan akhirnya menjadi
tanah. Saat terjadi kebakaran hutan dengan tipe kebakaran permukaan akan
menyebabkan terbakarnya serasah. Dengan terbakarnya serasah akan mengakibatkan
hilang/berkurangnya penutupan permukaan hutan sehingga areal tersebut
kehilangan daya intersepsi. Selain itu hilangnya serasah dapat meningkatnya
pukulan air hujan ke permukaan tanah sehingga tanah menjadi kompak dan
akibatnya terjadi peningkatan aliran permukaan (run off) dan erosi tanah. Pudjiharta dan Fauzi (1981) menyatakan
bahwa ketika tumbuhan bawah dan serasah dari tegakan P. Merkusii, Altingia
excelsa, Maesopsis eminii dihilangkan, maka akan meningkatkan aliran
permukaan menjadi 6,7 m3ha-1bln-1 yang
sebelumnya hanya sekitar 0-0,04 m3ha-1bln-1 .
c Menurunnya
kualitas tanah
Tanah berperan sebagai penyimpan air. Simpanan air tanah
biasanya terdapat pada celah-celah kerak bumi, atau pada zone pecahan batuan.
Udara dan air terdapat pada rongga-rongga segmen bagian atas, zone aerasi yang
mencakup tanah lapisan batuan dibawah yang mengandung air tersuspensi (vadose).
Air tanah terdapat pada zona kejenuhan, yang bagian atasnya disebut muka air
tanah. Dengan terganggunya sifat-sifat tanah (fisik, kimia dan biologi) akibat kebakaran
maka secara tidak langsung akan mempengaruhi fungsi hidrologi, terkait dengan
proses infiltrasi dan penyimpanan air tanah.
sumber:
De Bano, L.F., D.G.Neary
and P.F. Ffolliott. 1998. Fire’s Effects on Ecosystem. and Sons. USA.
Pudjiharta, Ag. dan
A.Fauzi. 1981. Beberapa indikator fisik untuk menentukan kebijaksanaan pendahuluan dalam pengelolaan
DAS. Proceeding Lokakarya Pengelolaan Terpadu Daerah Aliran Sungai, Jakarta, 26-27 Mei 1981. P 383- 398.
Purbowaseso,
B.2004.Pengendalian Kebakaran Hutan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumardi dan Widyastuti
SM. 2004. Dasar – Dasar Perlindungan Hutan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sagala, Porkas. 1994.
Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Jakarta: Yayasan obor Indonesia.
Sari Sri Azora Kumala. 2009. Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran
Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi dan Hukum Lingkungan Internasional. Medan:
USU Repository
sangat membantu gan
BalasHapus